Demer Diduga Terlibat Skandal Korupsi APD Covid-19, Jabat Komisaris PT EKI Saat Penunjukan

Jumat, 25 April 2025 21:49 WITA

Card image

Penggiat anti-korupsi dari Bali, Gede Angastia. (Foto: Dok. MCW)

Males Baca?

DENPASAR – Anggota DPR RI dari Fraksi Golkar dapil Bali Gde Sumarjaya Linggih (GSL) alias Demer diduga terlibat dalam proyek pengadaan 5 juta alat pelindung diri (APD) senilai Rp319 miliar yang ditunjuk langsung oleh Kementerian Kesehatan kepada PT Energi Kita Indonesia (EKI).

Saat itu, Demer ditengarai berstatus sebagai Komisaris PT EKI. Dokumen negara mengungkapkan, penunjukan langsung terjadi pada 28 Maret 2020, sebagaimana tertuang dalam surat No. KK.02.91/1/460/2020 dari Kemenkes. Sementara pergantian komisaris baru dilakukan lebih dari tiga bulan kemudian, tepatnya 2 Juli 2020, melalui pengumuman resmi di harian Media Indonesia. Nama yang muncul sebagai komisaris baru adalah Agung Bagus Pratiksa Linggih yang tak lain merupakan putra Demer sendiri.

“Ini bukan sekadar konflik kepentingan. Ini pelanggaran telanjang terhadap Undang-Undang,” tegas Gede Angastika, aktivis antikorupsi asal Bali yang mengawal kasus ini sejak awal, pada Senin kemarin (21/4/2025).

Menurut Anggas, posisi Demer sebagai anggota DPR yang masih aktif saat proyek itu diteken, merupakan pelanggaran terhadap Pasal 236 ayat (2) UU No. 17 Tahun 2014. Pasal itu secara eksplisit melarang anggota parlemen merangkap jabatan struktural di badan usaha yang terlibat proyek pemerintah, apalagi jika dananya bersumber dari APBN.

“Kalau sudah begini, tidak bisa lagi bicara abu-abu. Ini hitam di atas putih. Penunjukan langsung. Posisi komisaris. Proyek APBN. Tiga titik yang membentuk satu garis hukum yang sangat jelas,” papar Anggas.

Tak hanya itu, laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan indikasi kerugian negara hingga Rp319 miliar dalam proyek ini. “Ini bukan cuma proyek. Ini soal nyawa rakyat di tengah pandemi yang dijadikan komoditas,” lanjutnya.

Lebih jauh, Anggas menuding DPR dan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) lamban dalam menangani kasus ini, bahkan nyaris diam. Padahal, kata dia, ini bukan kali pertama GSL dilaporkan ke MKD. "Ada riwayat. Ada jejak. Jangan pura-pura buta,” sindirnya.

Ia juga menyindir narasi kekebalan politik yang selama ini membungkus figur-figur kuat. “Kalau orang-orang seperti GSL (Demer) bisa bebas melenggang, maka kita sedang menyaksikan pemakaman hukum itu sendiri," pungkasnya.

Anggas juga turut mendesak Kejaksaan Agung untuk segera membuka penyidikan terkait kasus dugaan korupsi pengadaan APD Covid-19. “Jika tidak sekarang, lupakan saja soal keadilan. Biarkan rakyat tahu bahwa hukum memang hanya tajam ke bawah,” tutup Anggas.

Di sisi lain, dalam setiap klarifikasinya, GSL alias Demer berdalih dirinya hanya menjabat 3 bulan sebagai komisaris di PT EKI. Dia juga mengaku tak menahu jika perusahaan itu mengelola dana dari Kementerian Kesehatan senilai Rp3,3 triliun.

Demer mengatakan perusahaan tersebut peruntukannya untuk mendirikan pabrik pipa sekaligus pemasarannya. Ia mengaku tidak pernah mengetahui bahwa kemudian perusahaan tersebut dipergunakan untuk pengadaan APD, dan hal ini sudah dirinya sampaikan kepada penyidik KPK.

“Saya sudah menjelaskan secara gamblang kepada KPK bahwa saya tidak mengetahui keterlibatan perusahaan ini dalam pengadaan APD. Saya hanya menjabat sebagai komisaris selama tiga bulan dan awalnya perusahaan ini didirikan untuk mendirikan pabrik pipa,” kata Demer beberapa waktu lalu.

Reporter: Tim MCW


Komentar

Berita Lainnya