YLBH Sisar Matiti Soroti Tranparansi Dana PI di Teluk Bintuni

Kamis, 13 Maret 2025 11:29 WITA

Card image

Sekretaris YLBH Sisar Matiti Muhamad Fahrul Mongay. (Foto: M.Ahmad/MCW)

Males Baca?

TELUK BINTUNI - Sekretaris Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Sisar Matiti, Muhamad Fahrul Mongay, menyoroti transparansi dan akuntabilitas pengelolaan Dana Participating Interest (PI) sebesar 10 persen di Kabupaten Teluk Bintuni.

Fahrul Mongay mengatakan, berdasarkan hasil kajian dari Tim Data, Riset, dan Publikasi YLBH Sisar Matiti, dana tersebut masih belum memberikan dampak signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) maupun kesejahteraan masyarakat setempat.

PI 10 persen merupakan hak partisipasi yang diberikan kepada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang beroperasi di wilayah kerja Migas, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 37 Tahun 2016. Kabupaten Teluk Bintuni, sebagai salah satu penghasil Migas utama di Papua Barat, berhak atas dana PI tersebut.

"Dana PI ini seharusnya menjadi hak kabupaten penghasil. Sayangnya, hingga kini, belum ada kejelasan mengenai bagaimana dana ini dikelola dan apa manfaatnya bagi daerah," ujar Fahrul Mongay, Kamis (13/3/2025).

Ia juga menyebut, pengelolaan dana PI 10 persen di Teluk Bintuni yang sebelumnya dilakukan oleh entitas yang melibatkan mantan pegawai BP Tangguh, belum memberi dampak signifikan.

"Dana ini sudah pernah disuarakan di Bintuni. Salah satu yang mengelola dana ini, kalau tidak salah, adalah Subitu, yang dikelola oleh orang-orang eks BP. Namun, hingga kini, tidak terlihat dampaknya terhadap peningkatan PAD atau kesejahteraan masyarakat," tegasnya.

Lebih jauh, Fahrul Mongay meminta adanya audit menyeliruh dalam pengelolaan PI 10 persen di Teluk Bintuni tersebut sebagai bentuk transparansi. "Kami meminta adanya audit terhadap penggunaan dana ini. Hasilnya harus dipublikasikan secara transparan agar masyarakat tahu ke mana aliran dana tersebut," tandasnya.

Fahrul Mongay menilai, audit ini sejalan dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara serta Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. "Setiap penggunaan dana publik harus dapat dipertanggungjawabkan. Jika ada indikasi penyalahgunaan, Aparat Penegak Hukum (APH) harus segera melakukan penyelidikan," imbuhnya.


Halaman :

Komentar

Berita Lainnya