Ahmad Ali NasDem dan Japto Ketum PP Diduga Kecipratan Gratifikasi Izin Pertambangan

Kamis, 20 Februari 2025 11:40 WITA

Card image

Foto: Gedung KPK

Males Baca?

JAKARTA - Politikus NasDem, Ahmad Ali (AA) dan Ketua Umum Pemuda Pancasila (PP), Japto Soerjosoemarno (JS) terseret dalam pusaran penerimaan gratifikasi terkait metrik ton batubara yang menyeret mantan Bupati Kutai Kartanegara (Kukar) Rita Widyasari (RW).

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap Rita Widyasari diduga menerima uang terkait izin eksplorasi metrik ton batubara pada saat menjabat Bupati Kukar. Diduga, ada aliran uang tersebut yang mengalir ke Ahmad Ali dan juga Japto Soerjosoemarno.

"Nah, dari sanalah karena kita sedang melakukan TPPU terhadap perkaranya, kita mengecek kemana saja si uang itu mengalir," kata Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu saat dikonfirmasi, Kamis (20/2/2025).

"Itu yang pertama, itu mengalir melalui PT BKS (PT Bara Kumala Sakti), itu ke salah satu ketua organisasi pemuda di sana, Kalimantan Timur," sambungnya.

KPK sudah melakukan upaya penggeledahan berkaitan dengan dugaan aliran dana tersebut. KPK mengantongi bukti dugaan aliran dana ke Ahmad Ali dan Japto Soerjosoemarno terkait penerimaan gratifikasi Rita Widyasari. 

"Nah dari sana dari orang tersebut, kemudian mengalir ke dua orang ini. Mengalir ke dua orang ini, uang tersebut. Mengalir ke dua orang tersebut. Nah di situlah keterkaitannya," ungkap Asep.

KPK hingga saat ini masih menelusuri aliran uang tersebut. Salah satunya, dengan melakukan penyitaan terhadap aset-aset yang diduga hasil dari penerimaan uang Rita Widyasari. Sejumlah aset telah disita dari kediaman Japto dan Ahmad Ali beberapa waktu lalu.

"Makanya ada yang mobil, ada yang uang. Tapi, sebetulnya kita lebih kepada mencari untuk mengembalikan kerugian keuangan negaranya, uangnya. Tapi memang kalau uang tidak ada, ya kita lihat propertinya apa yang masuk di tahun pendapatannya itu. Seperti itu," beber Asep.

"Jadi termasuk mobil, ada mungkin perhiasan, ada tanah, bangunan dan lain-lain itu disita. Seperti itu. Jadi gratifikasi di-TPPU-kan, ada TPPU nya. Jadi dia karena banyak dari beberapa orang ini gratifikasi kemudian TPPU. TPPU nya ada. Jadi, dari TPPU itu kemana uang tersebut dialirkan," imbuhnya.

Nama Japto Soerjosoemarno dan Ahmad Ali mengemuka setelah penyidik KPK menggeledah kediamannya pada Selasa, (4/2). Dari dua lokasi tersebut tim KPK menyita total uang puluhan miliar. 

Dari penggeledahan rumah Japto di kawasan Jagakarsa, Jakarta Selatan, penyidik menyita uang dalam mata uang rupiah dan asing senilai Rp 56 miliar. Selain itu turut disita juga dokumen, barang bukti elektronik, serta 11 unit mobil. Di antara jenis mobil yang disita yakni Jeep Gladiator Rubicon; Landrover Defender; Toyota Land Cruiser; Mercedez Benz; Toyota Hilux; Mitsubishi Coldis; dan Suzuki. 

{bbseparator}

Sementara uang yang disita dari penggeledahan di rumah Ahmad Ali di kawasan Kebun Jeruk, Jakarta Barat senilai Rp 3,4 miliar. Penyidik juga menyita beberapa tas dan jam branded, Dokumen dan Barang Bukti Elektronik (BBE). 

Adapun penggeledahan dan penyitaan ini terkait proses penyidikan kasus yang menjerat eks Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari. 

KPK saat ini sedang berupaya mencari dan menyita aset-aset yang diduga hasil gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang diduga dilakukan Rita. Hal itu dalam rangka memulihkan aset.

Dalam proses penyidikan berjalan, Japto Soerjosoemarno dan Ahmad Ali juga akan dipanggil dan diperiksa tim penyidik KPK. Hal itu dilakukan untuk mengonfirmasi sejumlah barang yang disita dari kediaman masing-masing.

Rita Widyasari sebelumnya ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka kasus gratifikasi dan TPPU bersama Komisaris PT Media Bangun Bersama, Khairudin sejak Januari 2018. Keduanya diduga mencuci uang dari hasil gratifikasi proyek dan perizinan di Pemprov Kutai Kertanegara senilai Rp 436 miliar. Rita Widyasari juga diduga menerima gratifikasi 5 dolar AS per metrik ton batubara.

Dalam pengusutan kasus ini, KPK telah memeriksa sejumlah saksi. Di antaranya Dirjen Bea dan Cukai Askolani pada Jumat (20/12/2024). Dari Askolani, tim penyidik  mendalami ekspor batu bara ke sejumlah negara. Di antaranya ke India, Vietnam, Korea Selatan. 

Selain itu, KPK juga telah memeriksa Direktur Utama PT Sentosa Laju Energy, Tan Paulin (TP) beberapa waktu lalu. Dalam pemeriksaan itu penyidik KPK mendalami sejumlah hal. Salah satunya terkait dugaan transaksi usaha batubara di wilayah Kukar. 

Tak hanya transaksi usaha batubara, penyidik KPK juga mendalami keterkaitan Tan Paulin dengan perkara dugaan gratifikasi dan pencucian uang yang menjerat Rita Widyasari. Diduga penerimaan gratifikasi terhadap Rita Widyasari berasal dari beberapa perusahaan pertambangan batu bara. 

"Kita sedang mendalami hubungan antara Tan Paulin dengan RW dalam perkara TPPU terkait dugaan gratifikasi sejumlah uang senilai 3,3 sampai 5 dollar per metrik ton batu bara dari PT BKS," ucap Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu, Rabu (18/9/2024).

Dalam kasus ini, penyidik KPK juga telah menggeledah kediaman Direktur Utama PT Sentosa Laju Energy, Tan Paulin di Surabaya beberapa waktu lalu. Dari penggeledahan itu, penyidik KPK mengamankan sejumlah dokumen terkait perkara dari penggeledahan tersebut. 

{bbseparator}

Penyidik juga telah menyita ratusan kendaraan terdiri dari mobil dan motor hingga uang mencapai miliaran rupiah. Upaya paksa dilakukan setelah penyidik menggeledah sembilan kantor dan 19 rumah termasuk milik pengusaha batu bara dari Kalimantan Timur, Said Amin.

Pada Kamis, 27 Juni 2024, KPK telah memeriksa Said Amin. Saat itu, Tim penyidik mendalami perihal sumber dana pembelian ratusan mobil yang telah disita sebelumnya.

Adapun penyidikan dugaan gratifikasi dan TPPU itu merupakan pengembangan dari kasus suap dan gratifikasi yang lebih dulu menjerat Rita menjadi tersangka. Dalam kasus suap itu, pengadilan menjatuhkan hukum 10 tahun penjara kepada Rita. 

Rita saat ini menjadi penghuni Lapas Perempuan Pondok Bambu, Jakarta Timur lantaran terbukti menerima gratifikasi sebesar Rp 110,7 miliar dan suap hingga Rp 6 miliar dari para pemohon izin dan rekanan proyek.

Reporter: Satrio


Komentar

Berita Lainnya