Tuding Tak Ada Amdal, LSM Barapen Papua Kecam Aktivitas Tambang PT Nusantara Group di Unurum Guay

Rabu, 29 Mei 2024 05:49 WITA

Card image

Saat Kuasa hukum melakukan jumpa pers terkait aktivitas tambang PT. Nusantara Groub di Unurum Guay Kab. Jayapura, Sabtu (11/5/2024). (Foto: Edy/MCW)

Males Baca?

SENTANI - Dianggap tidak memiliki Amdal, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Barisan Rakyat Peduli Nusantara (Barapen) sebut PT. Nusantara Groub merusak hutan adat di Kampung Sawe Suma, Distrik Unurum Guay, Kabupaten Jayapura.

Hal ini disampaikan Ketua LSM Barapen Provinsi Papua, Edison Suebu di Sentani Kabupaten Jayapura, Sabtu (11/5/2024).

Ia tegas mengecam aktivitas tambang emas tersebut dan menilai perusahan tidak bertanggungjawab lantaran tidak adanya Amdal.

“Maksud perusahan itu baik untuk mensejahterakan orang Papua melalui sumberdaya alamnya. Namun orang yang dipercayakan itu yang tidak baik, karena kita tahu perusahaan Nusantara Group ini bukan perusahan kecil, tetapi dia itu perusahan besar yang tahu aturan,” kata Edi Suebu.

Dikatakan, jika merujuk pada aturan yang berlaku, perusahan itu harus memiliki Amdal. Karena sudah membuka lahan, juga harus memiliki dokumen pinjam pakai dari Kementerian LHK.

 "Kalau tidak memiliki dua persyaratan diatas, maka perusahaan itu bisa dikatakan illegal,” tegasnya.

Pihaknya menyebut akan melaporkan kasus ini kepada pihak kementerian agar ditindak lanjuti. 

"Jadi, yang jelas ini adalah perusahan ilegal. Kami dari LSM Barapen Papua akan mengambil langkah-langkah tegas, karena adanya lingkungan yang rusak," ucapnya.

Sementara itu, Yosi Marhin Basuar sebagai Kuasa Hukum keluarga Johan Jasa yang merupakan salahsatu pemilik lahan yang lokasinya dijadikan tempat tambang PT. Nusantara Groub, juga menyebutkan hal serupa. Ia tegas mengatakan jika aktivitas tambang emas tersebut telah merusak hutan adat.

“Selaku kuasa dari keluarga Johan Jasa, saya mau pertanggungjawaban lahan yang sudah dibongkar oleh perusahan Nusantara Group, yang sesuai dengan janji perusahan,” ucapnya.

{bbseparator}

Marthin menuturkan, bahwa PT Nusantara Group memberikan kepercayaan kepada salah satu oknum Anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) berinisial MO.

"Perusahan sudah melakukan pekerjaan pembokaran lahan dengan luasan sekitar 200x30 meter persegi, namun tidak pernah menunjukan surat izin aktivitas pertambangan," katanya.

Dijelaskannya, sampai dengan saat ini kompensasi atau hak-hak dari pemilik lahan belum terbayarkan. 

"Diantaranya uang permisi, uang kebersihan lahan dan juga uang survey berkisar 300 juta rupiah. Namun belum terbayarkan,” kata Marhin.

Sebelumnya, menurut Marthin, pihak PT Nusantara Group telah melakukan pertemuan dengannya, untuk membahas terkait rencana melakukan kerjasama yang diawali dengan pembicaraan terkait survey lahan.

"Saya melakukan pertemuan awal, karena mereka mau turun survey dan minta membayar uang survey terlepas dari uang permisi. Disaat pak Ondo menandatangani surat untuk survey, tim survey masuk tanpa ada konfirmasi. Masuk survey diam-diam dan keluar habis survei pun juga diam-diam,” kelakar Marthin.

Setelah melakukan survei, pihak perusahan masuk untuk mulai kerja dengan dilakukan tandatangan kontrak kerjasama.

"Saat itu pemilik lahan atau pihak Ondo tidak melarang perusahan masuk untuk mulai bekerja, karena sudah dijanjikan akan membayar hak-hak pemilik lahan melalui oknum anggota MRP inisial MO. Namun sampai dengan saat ini dana yang dijanjikan tidak pernah dibayarkan,” pungkasnya.

Reporter: Edy

 


Komentar

Berita Lainnya