Hutan Leluhurnya Telah Dirusak, Anak Cawat Mengaku Sedih

Selasa, 28 Mei 2024 09:36 WITA

Card image

Roy Masyewi Tokoh Pemuda Kuri saat meninjau lokasi penebangan hutan hingga merusak Situs Sejarah Suku Kuri Danau Awan dan juga di anggap oleh Masyarakat Suku Suku Kuri tempat yang Sakral. (Dokumen pribadi Roy Masyewi).

Males Baca?

 

MCWNEWS.COM, BINTUNI - Tokoh pemuda berdarah Kuri Roy Masyewi yang lahir dari rahim seorang Ibu bermarga Trorba (salah satu marga dari Suku Kuri) sangat bersedih dengan peristiwa yang terjadi.

Di mana hutan dan situs sejarah dari Suku Kuri telah dirusak oleh perusahaan yang bergerak di bidang penebangan kayu yaitu PT Wijaya Sentosa yang beroperasi di Kampung Obo.

Selaku anak Tujuh Suku (Wamesa) yang mamanya orang Kuri marga Trorba, Roy Masyewi yang terkenal dengan sebutan Anak Cawat ini mengungkapkan, daerah Kuri bukan baru tapi tempat itu merupakan tempat disakralkan oleh leluhurnya.

Bahkan menurut kepercayaan orang tua dari Suku Kuri, tempat itu adalah tempat sentral di Tanah Papua dan terkenal di bilang Gunung Nabi ada di sekitar Kuri, Irarutu berada di Kaimana, Teluk Wondama dan Fakfak berada di pertengahan.

"Areal perusahaan itu sudah mendekati kesana, tahapan mau masuk ke daerah Sakral awalnya dari pinggiran kali Telaga Awan. Sebagai anak asli disitu yang menjadi masalah bukan kerusakan hutan saja, tapi tempat itu sakral dan itu jati diri kami sehingga saya sangat merasa sedih atas perbuatan mereka , jelas Roy Masyewi, di Salah satu Rumah Makan di wilayah Pasar Sentral Bintuni, Jumat (27/5/2022) malam. 

Berdasarkan siaran pers pada tanggal 16 Mei 2022 disebutkan situs sejarah orang Kuri hancur, masyarat Adat Werbete tuntut Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat dan PT Wijaya Sentosa bertanggung Jawab. 

Salah satu situs sejarah orang Kuri yang dinamakan Kabung Fefrase atau Telaga Awan telah hancur akibat adanya aktifitas penebangan kayu oleh perusahaan PT Wijaya Sentosa. Disebutkan kayu bulat dengan ukuran bervariasi telah ditebang dari tempat keramat ini sejak Tanggal 14 Mei 2022. 

Kabung Fefrase merupakan telaga yang diyakini oleh orang Kuri (Suku Kuri) adalah tempat bersejarah di mana terdapat satu rumpun sagu di tengah telaga. 

"Sagu itu tidak tinggi, tidak besar, hanya begitu saja, hanya satu pohon itu saja," ujar Yordan Werfete selaku tokoh marga Werfete yang hadir membantu keluarga masyarakat adat Marga Werbete di Bintuni.

{bbseparator}

Sander Werbete selaku pemuda adat kuri sekaligus anak sulung dari Yakob Werbete (petuanan marga Werbete) menyampaikan bahwa kabung Fefrase sejak dulu diyakini nenek moyangnya sebagai telaga yang berpindah pindah sehingga susah mencari telaga tersebut.

"Oleh karena itu kami meyakini bahwa tempat tersebut merupakan tempat sakral masyarakat," ujarnya.

Pada 16 Mei 2022, komunitas masyarakat adat dari Marga Werbete beserta perwakilan keluarga dari marga lain yang berada di wilayah adat Kuri melakukan pemalangan di wilayah tempat sejarah Kabung Fefrase.

Beberapa saat sebelum pemalangan terjadi, masyarakat adat menemukan karyawan PT Wijaya Sentosa sedang melakukan aktifitas penebangan pada wilayah yang dianggap sakral tersebut.

Pada saat pemalangan berlangsung, Sander Werfete menyampaikan alasan pemalangan adalah komitmen PT Wijaya Sentosa yang mereka tulis (komitmen perlindungan kawasan Nilai Konservati Tinggi atau NKT) ternyata tidak sesuai dengan apa yang dikerjakan sehingga selaku petuanan pihaknya bertindak sesuai aturan adat yang berlaku.

"Semua imbas ini tetap akan kena kepada Dinas Kehutanan dan perusahaan karena kami duga bahwa kontrak kerja antara kehutanan dan perusahaan itu menipu kami masyarakat, maka itu kami memalang untuk hak-hak yang perusahaan dan Dinas Kehutanan gelapkan secara aturan maka perusahaan dengan Dinas Kehutanan harus diselesaikan," ucapnya.

Niklas Werfete selaku pemuda adat Kuri memberikan keterangan bahwa awal tahun 2022, dirinya ikut bersama perusahaan untuk melakukan pengecetan wilayah sakral (tata batas) di kabung fefrase dan sudah menandai batas tersebut.

Tapi saat ini perusahaan PT Wijaya Sentosa telah melanggar batas tersebut dengan menebang dan membuat jalan logging di dalam wilayahnya yang dianggap keramat. 

Perempuan adat Kuri, Magdalena Riensawa dan Ana Riensawa yang tinggal di Kampung Wagen (wilayah penebangan PT Wijaya Sentosa) turut merasakan dampak akibat hadirnya aktifitas perusahaan PT Wijaya Sentosa.

 {bbseparator}

"Dulu kali itu air jernih, sekarang perusahaan sudah bongkar jadi kalau hujan sedikit itu air kabur, kalau mancing susah juga, jarang dapat. Sebelum perusahan masuk kalau kitong balobe itu pasti dapat, sekarang ini hujan sedikit kabur tra bisa dapat karena banyak jalan doser. Tra bisa pake air kali juga untuk masak hanya pake air hujan saja karena air kabur. Macam di kali kasar itu hujan sedikit, air kali macam warna tanah begitu jadi tra bisa pake untuk masak," kata Magdalena dengan menggunakan logat Papuanya menjelaskan. 

Perwakilan masyarakat adat dari marga Werbete dan keluarga meminta Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat dan PT Wijaya Sentosa menginisiasi segera dilakukan pertemuan yang mengundang perwakilan masyarakat adat marga Werbete. 

Roy Masyewi selaku pemuda adat berdarah Kuri menyampaikan bahwa meneruskan aspirasi dari keluarga masyarakat adat marga Werbete yang meminta tempat pertemuan tidak dilakukan di lokasi perusahaan PT Wijaya Sentosa.

"Kami minta tempat yang netral seperti di Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat di Manokwari agar proses pertemuan dapat berjalan dengan baik," ungkapnya.

Selain itu terkait waktu pertemuan masyarakat mengusulkan untuk dapat dilakukan pertemuan pada pekan ini karena masyarakat menyampaikan bahwa palang tidak bisa dibuka jika tidak ada pertemuan. Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat dan PT WS diharapkan mengeluarkan undangan resmi dan tertulis kepada masyarakat di kampung. 

Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat dan PT WS juga diharapkan dapat mendukung biaya kepada masyarakat untuk sampai di Manokwari dalam rangka pertemuan namun biaya tersebut harus diberikan kepada masyarakat dan biarkan masyarakat yang membayarkan sendiri kebutuhannya.

"Seperti pembayaran transportasi dan penginapan di Manokwari, ini bertujuan untuk menjaga netralitas karena kerap terjadi ketika pertemuan, masyarakat selalu kalah karena perusahaan yang memfasilitasi secara langsung kebutuhan masyarakat bukan masyarakat yang dipercayakan," jelas Roy Masyewi. 

Dalam siaran tersebut dicantumkan juga nama lengkap dengan nomor kontak dari Narahubung : Sander Werbete nomor kontaknya 085240302230 , dan Roy Masyewi nomor kontaknya 08219859698. (hs)


Komentar

Berita Lainnya