IJTI Bali Kecam Larangan Peliputan People's Water Forum, Ancaman Bagi Kemerdekaan Pers

Selasa, 28 Mei 2024 16:16 WITA

Card image

Aksi larangan peliputan dinilai sebagai bentuk pelanggaran terhadap kemerdekaan pers.

Males Baca?

DENPASAR - Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Pengda Bali menyatakan kecaman keras terhadap larangan peliputan acara People's Water Forum (PWF) yang berlangsung di Hotel Oranjje, Jalan Hayam Wuruk, Denpasar pada Selasa (21/5/2024).

Aksi larangan peliputan ini dinilai sebagai bentuk pelanggaran terhadap kemerdekaan pers dan hak masyarakat untuk mendapatkan informasi.

Alfani Sukri, Jurnalis tvOne, mengungkapkan kekecewaannya atas situasi yang terjadi. "Sejak awal digelarnya PWF di Hotel Oranjje, kami awalnya boleh masuk. Tapi, hari kedua pada Selasa (21/5) kemarin, semua peserta yang akan hadir itu tidak boleh masuk," jelasnya.

"Termasuk semua wartawan yang ingin meliput kegiatan di dalam dengan alasan tidak jelas. Mereka yang menghalangi itu tidak jelas. Dasar mereka menjaga budaya dan keamanan Bali. Takut demo dan sebagainya. Lha terus kita para wartawan ini apa, kok sampai ikut dilarang," tambahnya.

Alfani Sukri menyayangkan sikap aparat keamanan yang terkesan tidak tegas dalam menangani situasi tersebut. "Yang kita sayangkan, memang peran polisi dimana. Kok bisa ormas yang mengamankan. Nah yang paling sedih itu, pernyataan menteri PUPR bahwa PWF tidak mengganggu dan diperbolehkan. Eh dianggap wartawan ngarang-ngarang," tuturnya.

Senada dengan Alfani Sukri, Ketua IJTI Bali, Ananda Bagus Satria, juga menegaskan bahwa larangan peliputan PWF merupakan pelanggaran terhadap hak-hak jurnalis.

"IJTI Bali menyesalkan larangan peliputan PWF. Dalam Pasal 4 ayat 3 UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers menegaskan, pers mempunyai hak mencari, memperoleh dan menyebarluaskan gagasan dan informasi," tegasnya.

Lebih lanjut, Ananda Bagus Satria menjelaskan bahwa jurnalis memiliki hak untuk meliput peristiwa yang terjadi di lokasi, termasuk acara PWF. "Pihak lain tidak berhak menghalangi kerja jurnalis, termasuk semua peristiwa yang terjadi di lokasi. Ini bentuk ancaman bagi kemerdekaan pers di Indonesia," ungkapnya.

Ananda Bagus Satria juga mengingatkan bahwa publik berhak mendapatkan informasi, termasuk informasi terkait kegiatan PWF di Bali. "Demokrasi itu diukur dari keterbukaan informasi. Kalau informasi ditutup-tutupi, itu namanya bukan demokrasi," tandasnya.

IJTI Bali mendesak pihak-pihak terkait untuk menghentikan aksi larangan peliputan terhadap jurnalis.

"Kami meminta kepada pihak-pihak terkait untuk menghentikan aksi larangan peliputan terhadap jurnalis. Jurnalis memiliki hak untuk menjalankan tugasnya dan masyarakat berhak mendapatkan informasi," pungkas Ananda Bagus Satria.

Edittor: Lan


Komentar

Berita Lainnya