Ketua STIP: Budaya Kekerasan Telah Diatasi, Kampus Tidak Akan Cuci Tangan
Rabu, 29 Mei 2024 10:21 WITA
Wahid mengatakan insiden meninggalnya Putu Satria di kampus tersebut di luar kendalinya karena terjadi di luar program kampus. (Foto: Kampus STIP Jakarta)
Males Baca?JAKARTA - Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta Utara, Ahmad Wahid, menegaskan bahwa budaya kekerasan atau perpeloncoan senior kepada junior di kampus yang berada di bawah Kementerian Perhubungan telah dihilangkan.
"Tidak ada budaya pelonco di kampus ini dan itu penyakit turun temurun yang sudah dihilangkan," ujar Ketua STIP, Ahmad Wahid kepada awak media merespons peristiwa tewasnya taruna bernama Putu Satria Ananta Rustika (19) karena dianiaya seniornya, Jumat (3/5/2024).
Wahid menjelaskan bahwa selama satu tahun menjabat di kampus ini, tidak ada tindakan kekerasan seperti itu. Oleh karena itu, insiden meninggalnya Putu Satria di kampus tersebut di luar kendalinya karena terjadi di luar program kampus.
Ia mengatakan dirinya sudah satu tahun di kampus ini dan tidak ada budaya tersebut. Oleh karena itu, katanya, terhadap meninggalnya taruna tingkat satu berinisial P pada Jumat pagi di kampus itu, hal itu di luar kuasa dirinya karena kejadian terjadi di luar program yang dibuat kampus.
Menurutnya, aksi kekerasan tersebut terjadi di luar program belajar yang telah ditetapkan kampus, yakni di kamar mandi.
"Kami akan memberikan sanksi tegas kepada pelaku yang terbukti melakukan penganiayaan dengan mengeluarkan pelaku," tegasnya.
Wahid menegaskan bahwa STIP tidak akan melepaskan tanggung jawab atas kejadian tersebut. "Kami tidak akan cuci tangan," katanya.
Aksi pelonco yang berujung kekerasan yang dilakukan senior kepada junior di STIP Marunda Jakarta Utara memang bukan yang pertama kali terjadi. Sejumlah kasus serupa pernah terjadi sebelumnya dan menewaskan taruna tingkat satu.
Beberapa kasus tragis yang pernah terjadi antara lain, kematian taruna STIP angkatan 2016, Amirullah Adityas pada 10 Januari 2017, kemudian Dimas Dikita Handoko pada 25 April 2014, dan taruna STIP lainnya seperti Daniel Roberto Tampubolon pada 6 April 2015, serta Agung Bastian pada tahun 2008 yang tewas setelah dianiaya oleh senior. Kasus-kasus tersebut menjadi catatan kelam dalam sejarah kampus pelayaran tersebut.
Sementara itu Polres Metro Jakarta Utara sudah memintai keterangan sejumlah saksi. "Kami masih melakukan penelusuran dan sambil berjalan ada 10 saksi yang dimintai keterangan untuk menggambarkan rangkaian kejadian," kata Kapolres Metro Jakarta Utara Kombes Pol Gidion Arif Setyawan di Jakarta, Jumat.
{bbseparator}
Ia mengatakan kematian korban diduga karena akibat kekerasan yang dilakukan senior pada Jumat pagi sekitar pukul 08.00 WIB di kamar mandi.
Menurut dia, secara kasat mata memang ada luka lebam di tubuh korban dan pihaknya masih menunggu pemeriksaan lanjutan.
"Kami sudah menangkap sejumlah senior korban untuk dimintai keterangan dan semua itu akan mengerucut nantinya," kata dia.
Menurut kronologis yang disampaikan oleh saksi-saksi, korban dan lima temannya diundang oleh pelaku ke Toilet Koridor Kelas KALK C Lantai 2. Di sana, korban disuruh berbaris di depan, kemudian dipukul oleh pelaku dengan tangan mengepal sebanyak lima kali ke arah ulu hati. Akibat pukulan tersebut, korban langsung lemas dan terkapar.
Setelah kejadian tersebut, saksi-saksi diminta untuk meninggalkan kamar mandi dan melanjutkan kegiatan. Namun, pada saat beberapa saksi lainnya sedang berada di dalam kamar mandi, mereka melihat korban dalam kondisi terluka.
Lalu, korban dibawa ke klinik kesehatan yang ada di kampus tersebut dan ketika diperiksa sudah tidak bernyawa.
Korban kemudian, dibawa kampus ke Rumah Sakit Tarumajaya Bekasi dan saat ini jasad korban sudah ada di RS Polri untuk diambil visum et repertum.
"Kami juga melakukan pemeriksaan laboratorium forensik terhadap jasad korban dan nantinya seluruh data yang ada akan diadu dengan kamera CCTV yang ada," kata Kombes Gidion.
Editor: Lan
Komentar