Komisi Yudisial Sebut Bali Masuk 10 Besar Daerah Rawan Mafia Peradilan
Jumat, 08 November 2024 22:01 WITA
Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Layanan Informasi Komisi Yudisial (KY) Mukti Fajar Nur Dewata. (MCWnews:Ran)
Males Baca?DENPASAR - Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Layanan Informasi Komisi Yudisial (KY) Mukti Fajar Nur Dewata mengatakan, Bali masuk sepuluh besar daftar daerah yang rawan terindikasi mafia peradilan. Hal tersebut ia ungkapkan di sela-sela kunjungannya ke Kantor Kejati Bali, di Denpasar, Kamis (7/11/2024)
"Ya laporan di urutan 10 ya, laporan itu tidak mengindikasikan langsung bahwa di sini (Bali) jelek tapi ada potensi-potensi yang cukup menjadi perhatian,"ungkap Fajar.
Salah satu yang menjadi sorotan adalah terkait kasus mafia tanah. Lebih lanjut, Fajar menilai perlu kerja sama dengan instansi lain untuk memberantas praktek mafia peradilan.
“Contohnya? Banyak ada mafia tanah, ada yang kemarin macam-macam lah, tapi angkanya 10 besar Bali ini, sehingga kita perlu bersinergi dengan lembaga lain karena kalau kita sendiri kita enggak mampu," katanya.
Saat ditanya peradilan di Bali sehat atau sakit, Fajar mengklaim, meski masuk dalam daftar sepuluh besar daerah rawan mafia hukum, ini tidak mengindikasikan langsung bahwa di sini kurang baik tapi ada potensi-potensi yang cukup mengkhawatirkan.
"Laporan itu tidak mengindikasikan langsung bahwa di sini jelek. Tapi bahwa ada potensi-potensi yang cukup, kalau dari jumlah provinsi di urutan 10 besar kan cukup menjadi perhatian-lah, sehingga KY ke sini," tambahnya
KY, timpal Fajar, juga telah membentuk komisi penghubung di Bali untuk mengawasi sistem peradilan dan hakim di Pulau Dewata. Selain itu, KY telah menjalin kerja sama dengan Kejati Bali mengusut praktik mafia hukum tersebut.
"Dengan adanya kantor penghubung KY di sini, kami dapat lebih mudah melakukan antisipasi terhadap hal-hal yang berkaitan dengan proses peradilan di Bali," ungkapnya melanjutkan.
Baca juga:
LSM Garda Tipikor Bali Laporkan Dugaan KKN di Berbagai Proyek ke Kejaksaan Agung dan KPK
Reporter: Ran
Komentar