Mahasiswa Jepang Kagumi Kelestarian Sawah di Subak Jatiluwih
Senin, 27 Mei 2024 11:49 WITA
Prof. Dewa Suprapta mendemonstrasikan perlakukan dalam pemakian Egary pada pembenihan padi, Selasa (5/9/2023). (Foto: Dok.Unud)
Males Baca?
Diceritakan, Egary sudah diaplikasikan dalam tanaman padi di Kecamatan Abiansemal, Badung dan di Kabupaten Buleleng. Kendati diterapkan pada budidaya padi di sawah yang kurang subur, hasilnya cukup melegakan bagi petani. Produksi beras, katanya, yang dihasilkan petani di lahannya naik menjadi 2 x lipat alias 100 persen daripada sebelum mengaplikasikan Egary.
Prof, Dewa Suprapta pun mendemonstrasikan perlakukan dalam pemakian Egary pada pembenihan padi. Padi yang telah dieram selama dua malam dan sudah ada tanda-tanda bertumbuh atau ngecai dalam bahasa Bali.
Sebelum disemai di petakan sawah tempat pembenihan direndam selama 30 menit dengan Egary. “Sebelum semai benih padi, air bekas rendaman itu disiramkan di bedengan untuk penyemaian benih padi. Jika ini dilakukan niscaya benih akan tumbuh subur dan dalam jangka waktu 15 hari sudah bisa dicabut untuk ditanam,” paparnya panjang lebar.
Sementara itu akademisi Jepang Dr. Fumitaka Shiotsu memperkenalkan teknologi ratoon-rice atau salibu (salin ibu). Teknologi ini berupa merawat akar tanaman padi setelah panen, sehingga petani bisa berproduksi kembali tanpa harus melakukan proses penanaman sejak awal (mulai penyiapan lahan dan pembenihan).
“Keuntungannya, waktu panen lebih cepat,” Dr. Pumitaka. Petani yang hadir sangat antusias mengikuti kegiatan pengabdian itu. Diakhir acara diserahkan bingkisan Egary dan yang lainnya oleh panitia pengabdian kepada petani. (unud.ac.id).
Editor: Ady
Komentar