Mangrove Jadi Sumber Kehidupan Masyarakat Bintuni

Rabu, 29 Mei 2024 07:54 WITA

Card image

Bupati Teluk Bintuni Ir. Petrus Kasihiw, MT saat wawancara dengan awak media , seusai membuka kegiatan UKW PWI Teluk Bintuni, Senin (17/7/2023). (Foto: Haiser/MCW)

Males Baca?

 

BINTUNI - Hutan mangrove atau bakau di Kabupaten Teluk Bintuni memiliki luas 225.367 hektar, atau 52 persen dari total keseluruhan hutan bakau yang ada di Papua Barat. 

Potensi hutan mangrove tersebut menjadi sumber kehidupan sebagian warga masyarakat di Kabupaten Teluk Bintuni karena menjadikan satwa berkembang biak yang dapat dipasarkan baik di Bintuni bahkan di luar Bintuni seperti ikan, udang dan kepiting. 

Akan tetapi beberapa persoalan muncul diakibatkan dari ketidaksadaran masyarakat dalam menjaga lingkungan, apabila dilihat dari daerah pelabuhan hingga ke Tahiti banyak sampah atau limbah masyarakat di buang ke sungai. 

Ketidaksadaran masyarakat untuk menjaga kebersihan sungai, maka arus sungai yang deras membawa tumpukan sampah memasuki hutan mangrove. 

"Akibat sampah itu, dapat mempengaruhi perkembanganbiakan berbagai jenis satwa yang hidup di dalam hutan mangrove tersebut. Maka dari itu untuk menjaga satwa dari ancaman kepunahan dan juga berbagai jenis tumbuhan, dibutuhkan kesadaran," kata Bupati Teluk Bintuni Ir. Petrus Kasihiw MT, Senin (17/7/2023).

Menurut Bupati, seharusnya kesadaran itu dimiliki masyarakat terutama masyarakat yang tinggal di pinggiran sungai Bintuni. 

Karena itu perlu mendapat perhatian penuh dari pihak Pemerintah Kabupaten Teluk Bintuni dengan memberikan iimbauan kepada masyarakat agar menjaga kebersihan sungai.

"Bila perlu diberikan sanksi (hukuman) kepada masyarakat yang membuang sampah sembarangan," tuturnya saat membuka kegiatan Uji Kompetensi Wartawan (UKW) PWI Teluk Bintuni.

Dikatakan, selain menjadi sumber kehidupan untuk meningkatkan taraf perekonomian warga masyarakat khususnya kepada kelompok nelayan,  hutan mangrove Teluk Bintuni juga menjadi paru-paru dunia.

{bbseparator}

Untuk menjaga kelestarian hutan mangrove, beberapa upaya telah di lakukan seperti melakukan penanaman bibit-bibit mangrove di beberapa lokasi dikarenakan hutan mangrove bukan hanya menjaga paru-paru dunia, namun mampu mendulang rupiah dari sektor pariwisata. 

Oleh karena itu lanjutnya, Pemerintah Kabupaten Teluk Bintuni akan menyelenggarakan festival mangrove pada bulan Oktober hingga November tahun 2023 mendatang.

Tujuannya untuk memperkenalkan mangrove kepada dunia, bahwa mangrove Teluk Bintuni terbesar setelah Amazon.

"Berdasarkan hasil survey pasaran udang di Jakarta ada dua ton, seperempatnya berasal dari Bintuni. Melihat potensi yang ada dari hutan mangrove itu, maka sangatlah penting kita menjaga kelestariannya, untuk kehidupan anak cucu kedepannya," tegasnya.


Penulis : Haiser Situmorang


Komentar

Berita Lainnya