Masyarakat Adat Tabi Pertanyakan Penyelesaian Lahan Runway Bandara Sentani

Senin, 27 Mei 2024 03:27 WITA

Card image

Ibu Beatrix Felle bersama bapak Agustinus Sokoy selaku pemilik Ulayat Tanah Bandara Sentani saat menggelar konferensi pers di Sentani, Senin, (24/10/2022) Foto: edy/mcwnews.

Males Baca?

 

SENTANI - Hari Kebangkitan Masyarakat Adat (KMA) yang saat ini tengah diperingati di wilayah Tanah adat Tabi meliputi Kota dan Kabupaten Jayapura bersamaan dengan target="_blank">Kongres Masyarakat Adat Nusantara (KMAN) ke VI, diminta tokoh adat Kabupaten Jayapura untuk pemerintah mampu menyelesaikan persoalan tanah adat yang saat ini digunakan, salah satunya target="_blank">Bandara Sentani.

Permintaan ini menyusul sudah sejak lama, target="_blank">masyarakat adat Keondofoloan Felle Yahim terus berupaya memperoleh haknya atas tanah yang dibangun target="_blank">Runway Bandar Udara Internasional Sentani tersebut, namun selalu kandas dengan berbagai persoalan.

Beatrix Felle, Wakil Ondofolo Niwo Yahim Alm. Yahya Felle kepada media ini mengaku jika target="_blank">perjuangan untuk memperoleh hak atas tanah ulayat tersebut masih akan terus dilanjutkan, dan bukan lagi dengan mediasi namun melalui target="_blank">jalur hukum.

"Kalau dulu mediasi sampai ke Jakarta, dan karena itu uang Pribadi kami maka pengeluaran tidak sedikit. target="_blank">Kasus ini sudah sempat kami adukan langsung ke Presiden, ke Kementrian Perhubungan, namun ya belum ada kejelasan," kata Beatrix, Senin (25/10/2022) sore di Jayapura.

Dikatakan, luasan untuk tanah target="_blank">runway 28,7 Hektar dan tanah keseluruhan yang juga belum dibayar adalah 44 hektar, sesuai apa yang disampaikan oleh Pemerintah saat itu, meliputi target="_blank">runway, Parkir Pesawat, ruang tunggu, VIP Room, Pertamina, Kantor Pemadam Kebakaran, dan Kantor Perhubungan. Atau disebut bagian tengah dan diberi warna kuning, sementara bagian luar sekitar 39 hektar, dan sudah dibayar secara global oleh pemerintah.

"Kalau yang bagian luar sudah dibayar itu  Rp5 miliar lebih, itu secara global dibayarkan kepada 3 target="_blank">kampung, hanya yang dalam belum. Kalau untuk ukuran itu dari mereka (Pemeintah) saat itu yang ukur," ucapnya.

{bbseparator}

Dikatakan juga, bahwa pihaknya sebelumnya juga sudah membawa kasus tersebut ke ranah hukum, namun putusan saat itu NO atau tidak memenuhi syarat formil sampai ke MA.

"Mau kami dikalahkan, kami tetap pemilik tanah. Karena pemerintah tidak bisa  membuktikan kepemilikan mereka, karena sertifikat saja mereka tidak punya. Sehingga dengan dasar apa mereka kalahkan kami," tegasnya.

Oleh karena itu, dalam momentum Hari Kebanngkitan Masyarakat Adat dan Pagelaran KMAN ke VI, pihaknya meminta Pemerintah melihat kasus-kasus sengketa berkaitan dengan tanah ulayat yang  belum diselesaikan.

"Kami menuntut hak kami, sudah sangat lama proses ini, dan kepada Presiden Jokowi, kiranya sebelum kepemimpinan bapak berakhir, persoalan ini bisa diselesaikan, karena bapak sampaikan dulu untuk persoalan ini diselesaikan. Dan surat itu juga langsung diberikan kepada bapak oleh orang tua kami," ucapnya.

Sementara Ondofolo Yobe, Agustinus Sokoy menyampaikan hal yang sama   momen Kebangkitan Masyarakat Adat (KMA) yang dalam instruksi Presiden didalamya, harus menyelesaikan hak-hak masyarakat adat.

"Surat sudah disampaikan kepada Presiden Joko Widodo pada Periode Pertama lalu, dan sampai sekarang belum ada kejelasan. Momen ini setelah diselenggarakan di Ujung Barat kini di Ujung Timur Indonesia ini, dan semua tokoh adat ada disini, ya kami minta Bapak Presiden Jokowi untuk memperhatikan kasus ini, masyarakat sudah demo berkali-kali juga untuk ini," ucapnya.

(Edy)


Komentar

Berita Lainnya