Pakar Hukum UI Nilai KPK Terkesan Paksa Kaitkan LaNyalla dalam Kasus Hibah Jatim

Kamis, 17 April 2025 18:12 WITA

Card image

Pakar hukum pidana Universitas Indonesia, Chudry Sitompul

Males Baca?

JAKARTAPakar hukum pidana Universitas Indonesia, Chudry Sitompul, menilai langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam penyidikan kasus dana hibah DPRD Jawa Timur (Jatim) periode 2019–2024 terkesan dipaksakan untuk menyeret nama Ketua DPD RI ke-5, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti.

Penilaian tersebut disampaikan Chudry merespons narasi yang berkembang di sejumlah media nasional, yang menurutnya seolah menggiring opini bahwa LaNyalla turut terlibat dan harus bertanggung jawab dalam perkara penyimpangan dana hibah untuk kelompok masyarakat (pokmas) yang bersumber dari APBD Provinsi Jatim tahun 2019–2022.

“Dasar hukum pengusutan kasus ini adalah dana hibah kepada pokmas yang berasal dari rekomendasi anggota DPRD Jatim. Dalam perjalanannya, ditemukan adanya praktik pemotongan dan cash back kepada pimpinan serta anggota dewan,” kata Chudry, Kamis (17/4/2025).

Menurutnya, kasus tersebut bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Wakil Ketua DPRD Jatim Sahat Tua Simanjuntak pada Desember 2022. Kasus kemudian dikembangkan dengan menyasar pokmas penerima hibah berdasarkan rekomendasi anggota dewan, hingga menetapkan sejumlah pimpinan DPRD Jatim sebagai tersangka, termasuk Ketua DPRD saat itu, Kusnadi.

Penggeledahan Berdasarkan Sprindik Kusnadi

Chudry juga menyoroti penggeledahan yang dilakukan KPK terhadap rumah pribadi LaNyalla di Surabaya. Ia menyebut tindakan tersebut dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Nomor 96/DIK/00/01/07/2024 tertanggal 5 Juli 2024, yang merupakan Sprindik atas nama tersangka Kusnadi.

"Artinya, KPK menduga hasil tindak pidana Kusnadi disimpan atau terkait dengan kediaman LaNyalla. Atau diasumsikan LaNyalla merupakan penerima hibah atas rekomendasi Kusnadi. Tapi kenyataannya, tidak ada hubungan apapun antara keduanya," jelas pakar hukum yang akrab disapa Ucok ini.

Ia menambahkan, LaNyalla tidak termasuk dalam pokmas penerima hibah dan tidak pernah terhubung secara administratif dengan rekomendasi dari Kusnadi maupun anggota DPRD Jatim lainnya. "Wajar jika kemudian penggeledahan tersebut tidak menghasilkan temuan apapun," tegasnya.

Dalih Jabatan KONI Dipertanyakan

Lebih lanjut, Chudry mempertanyakan alasan terbaru KPK yang menyebut penggeledahan dilakukan karena LaNyalla pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Jatim periode 2010–2019. Menurutnya, pernyataan ini tidak relevan dengan lingkup perkara yang menyangkut dana hibah pokmas tahun 2019–2022.

“Kalau memang KONI Jatim menerima hibah dari Pemprov melalui Dispora, yang menandatangani Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) adalah Ketua, bukan Wakil Ketua. Jadi jika memang ada pertanggungjawaban hukum, mestinya yang dimintai keterangan adalah Ketua KONI, bukan wakilnya,” ujarnya.


Halaman :

Komentar

Berita Lainnya