Sengketa Tanah di Balangan dan Jimbaran, Tergugat Minta Proses Pidana Didahulukan
Rabu, 29 Mei 2024 05:54 WITA
Pengacara Harmaini Idris Hasibuan SH. (Tengah) saat wawancara dengan awak media, Senin (21/8/2023) di Denpasar. (Foto: Ady/MCW)
Males Baca?DENPASAR – Walaupun proses pelaporan pidana sedang dilakukan di Polda Bali, namun gugatan perdata sengketa lahan di Lingkungan Cengiling dan Lingkungan Pesalakan yang berlokasi di Kelurahan Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung saat ini terus bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar.
Baca juga:
Korupsi Cessna dan Helikopter, Johannes Rettob dan Silvi Herawaty Kompak Dituntut 18 Tahun 6 Bulan
“Harusnya menunggu pidananya selesai, baru dilakukan gugatan perdatanya,” sorot Harmaini Idris Hasibuan SH. Pengacara dengan ciri khas rambut diikat ini merasa kecewa dengan terus digulirkannya gugatan perbuatan melawan hukum terhadap kliennya, Made Tarip Widharta.
Dalam gugatan yang bergulir di PN Denpasar, pihak I Made Dharma menuding pihak I Made Tarip Widarta memalsukan silsilah dan melakukan intimidasi terkait penguasaan lahan di wilayah Jimbaran tersebut.
Namun Hasibuan menyebut dokumen silsilah yang dipakai I Made Dharma untuk menggugat tanah Sertifikat Hak Milik (SHM) milik kliennya justru adalah didasarkan pada dokumen palsu.
“Dokumen silsilah dan surat keterangan waris yang digunakan sebagai dasar membuat gugatan itu palsu, sehingga otomatis gugatan yang dibuat juga palsu,” ujar Hasibuan, Senin (21/8/2023).
Karena itu pihaknya mengajukan permohonan putusan sela ke PN Denpasar agar perkara ini ditolak. “Harusnya menolak atau menangguhkan perkara ini, karena saat ini sedang berproses di Polda soal adanya pemalsuan. Harusnya hakim menolak perkara, harusnya tidak menanggapi,” ujar Hasibuan.
Atas dugaan pemalsuan tersebut, Hasibuan mengatakan kliennya telah melaporkan penggugat yang diketahui mantan anggota DPRD Kabupaten Badung ke Polda Bali. Dalam pemeriksaan polisi, Lurah Jimbaran mengaku tidak pernah menandatangani atau mengesahkan dokumen silsilah keluarga dan waris I Riyeg (alm) yang dipakai penggugat dalam gugatannya.
“Surat Pernyataan silsilah keluarga tanggal 11 Mei 2022, Surat Pernyataan Waris tanggal 11 Mei 2022, Surat Silsilah Keluarga I Riyeg (alm) tanggal 14 Mei 2001, dan Surat Keterangan Nomor: 470/101/Pem, tanggal 4 Agustus 2022, yang menurut penggugat diterbitkan oleh Kelurahan Jimbaran, ternyata Lurah Jimbaran di dalam pemeriksaan polisi menyatakan tidak pernah, tidak tahu dan menyatakan surat itu palsu,” tegasnya.
Lebih lanjut, Hasibuan mengatakan perkara ini merupakan kasus penggarap melawan pemilik tanah. Ia menjelaskan, tahun 2001 kliennya hendak menyewakan 4 hektare lahan tersebut untuk dibangun hotel. Pada saat bersamaan kliennya mengajukan penerbitan sertifikat.
{bbseparator}
Pihak hotel mengajukan syarat agar lahan dikosongkan dan urusan dengan penggarap diselesaikan. Saat itu, katanya, lahan digarap oleh Made Dharma, Ketut Senta dan Made Patra. Maka dibuatlah perjanjian dan kesepakatan antara penggugat dan kliennya dengan dimediasi oleh Lurah Jimbaran saat itu.
Perjanjian tersebut, kata Hasibuan, berisi empat poin. Pertama, penggugat mengaku sebagai penghuni penggarap. Kedua, penggugat mengakui pewaris sah atas semua tanah I Riyeg adalah kliennya. Ketiga, mengakui pemilik tanah yang sah adalah kliennya. Dan keempat, membuat pernyataan dikemudian hari tidak akan menuntut atau menggugat kliennya maupun tanah-tanah lain yang berasal dari I Riyeg.
“Jadi untuk itu, dikasihlah mereka dengan cuma-cuma lahan seluas 75 are dan uang Rp 200 juta. Jadi jelas dengan adanya perjanjian dan kesepakatan itu, penggugat mengakui hanya sebagai penyakap (penggarap, red) bukan pemilik. Perjanjian dan kesepakatan pengosongan itu juga dituangkan dalam akta notaris,” kata Hasibuan.
Dikonfirmasi awak media, Lurah Jimbaran I Wayan Kardiasana membenarkan silsilah yang dibuat oleh penggugat palsu. Menurutnya, Made Dharma tidak memberikan keterangan yang sebenar-benarnya dalam pengajuan silsilah tersebut. Wayan Kardiasa juga mengungkapkan fakta di lapangan secara fisik objek dikuasai oleh Made Tarip.
“Memang silsilah itu kami mengeluarkan, tapi mereka (penggugat, red) tidak memberikan keterangan yang sebenar-benarnya, makanya itu kami cabut. Setelah ada gugatan menggunakan berkas-berkas itu, barulah kami tahu itu palsu. Karena kami sudah mencabut tanda tangan di surat itu. Faktanya, secara fisik Pak Tarip (Made Tarip, red)-lah pemilik tanah itu,” kata Wayan Kardiasa.
“Saya lihat di buku kepemilikan itu juga gak ada diturunkan ke Pak Dharma (penggugat, red) itu. Di sertifikatnya kan jelas (milik Made Tarip, red),” imbuhnya.
Sementara itu Putu Nova Christ Andika Graha Parwata yang menjadi salah satu kuasa hukum dari I Made Dharma belum merespons tudingan bukti palsu yang dibawa ke PN Denpasar. Upaya awak media menghubungi lewat sambungan telepon dan pesan WhatsApp, hingga berita ini ditayangkan belum direspons.
Editor: Lan
Komentar