Stranas PK Perkuat Sistem SPPTI untuk Perbaikan Lembaga Peradilan

Selasa, 28 Mei 2024 10:56 WITA

Card image

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam penanda tanganan Komitmen Fokus 3 Pelaksanaan Aksi Pencegahan Korupsi 2023-2024 di Kementerian PAN-RB, Jakarta, Jumat (10/3/2023). (Foto: Ali/KPK)

Males Baca?

Hal ini merupakan tuntutan dari masyarakat Indonesia yang menginginkan lembaga peradilan yang bersih dari tindakan tidak terpuji. Poin itu menjadi prioritas MA yang paling tinggi saat ini. 

"Misalnya ada putusan hari ini maka besoknya masyarakat sudah dapat mengakses putusannya. Di sisi lain, keterbukaan informasi ini juga sebagai upaya pencegahan adanya Conflict of Interest (CoI) di yang meliputi hakim dan aparatur pengadilan," terangnya.

Adapun upaya pencegahan CoI di MA adalah dengan menyusun petunjuk teknis untuk penegakan disiplin atas pelanggaran, pembangunan database sebagai platform implementasi mandatory disclosure. 

Rencananya, penyusunan ini poin ini akan didiskusikan langsung dengan tim Sekretariat Stranas PK. Selain itu, MA juga akan melakukan revitalisasi sistem penerimaan pengaduan MA (Siwas) untuk memperluas akses dan memotivasi pelapor.

Terutama kalangan internal menyampaikan dugaan pelanggaran aparatur, termasuk potensi CoI. Sementara itu, hasil analisis LHKPN juga akan menjadi parameter dalam proses mutasi dan promosi jabatan. 

"Kami juga menyusun panduan untuk menjaga konsistensi dan mencegan disparitas putusan. Di antaranya dengan perluasan panduan pemidanaan (sentencing guidelines) kepada seluruh hakim sebagai bentuk implementasi Perma No. 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pemidanaan,” ungkapnya. 

Sementara Menteri PAN-RB Abdullah Azwar Anas turut menjelaskan bahwa pencegahan korupsi tidak hanya dari sisi hukumnya saja. Yang tak kalah penting adalah reformasi birokrasi untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, transparan dan akuntabel. 

Hal ini sejalan dengan prinsip Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) seperti tertuang pada Perpres No. 95 Tahun 2018. Dengan SPBE, maka akan memudahkan masyarakat dalam mengakses layanan publik, menaikkan indeks persepsi korupsi, tingkat kemudahan berusaha dan rule of law index. 

“Transformasi digital pelayanan publik backbone-nya adalah data kependudukan. Integrasi adminduk dengan seluruh pelayanan publik karena ini sangat dasar. Semua akan terintegrasi dan sangat mudah seperti pengurusan SKCK, layanan pendidikan, layanan kesehatan, dan lainnya akan sangat mudah,” tegasnya. 

Senada dengan itu, Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Muhammad Yusuf Ateh juga menekankan, di saat yang sama perlu penguatan peran Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) dalam mencegah kecurangan. 

Berdasarkan temuan audit BPKP tahun lalu, kecurangan dalam penganggaran masih sangat tinggi, mencapai Rp37,01 triliun. Selain itu, BPKP juga menemukan pelayanan publik masih berbelit-belit, lama, mahal dan rawan pungli.

"Kemudian kami juga melakukan evaluasi perencanaan penganggaran, berbagai belanja program dan kegiatan itu banyak sekali yang tidak menghasilkan outcome. Artinya habis tapi tidak berdampak," kata Yusuf Ateh.

Secara keseluruhan BPKP melihat bahwa risiko kecurangan melekat pada seluruh aspek pengelolaan keuangan negara, sehingga pencegahan menjadi faktor yang krusial. 

Penguatan pencegahan korupsi menjadi sangat penting karena risiko integritas terdapat pada seluruh area strategis terkait pengelolaan keuangan dan pembangunan negara/daerah.

Editor: Ady


Halaman :

Komentar

Berita Lainnya