Buka Praktek Aborsi Ilegal, Oknum Dokter Diamankan Polisi
Selasa, 28 Mei 2024 14:47 WITA
Polisi beber barang bukti yang digunakan tersangka melakukan aborsi, Senin (15/5/2023).(Foto: Agung/mcw)
Males Baca?
DENPASAR - Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Bali mengungkapkan praktek aborsi ilegal yang dilakukan oknum dokter gigi bernama dr. Ketut Arik Wiantara (53).
Pengungkapan kasus berawal dari informasi yang diterima Tim Subdit V Siber Ditreskrimsus Polda Bali dari masyarakat, terkait keberadaan seorang dokter yang mengaku melakukan praktik aborsi.
Berdasarkan informasi kemudian dilakukan pelacakan melakukan browsing di internet, dan diketahui dokter yang dimaksud adalah dr. Ketut Arik Wiantara.
Dari hasil penelusuran, polisi akhirnya mendapati alamat tempat prakteknya yakni di Jalan Raya Padang Luwih, Desa Dalung, Kecamatan Kuta Utara, Badung.
"Anggota kami lantas melakukan konfirmasi kepada Sekretaris IDI Bali dan yang bersangkutan disebutkan bukan merupakan seorang dokter," kata Wadir Ditreskrimsus Polda Bali AKBP Ranefli Dian Candra, Senin (15/5/2023).
Polisi lalu menggerebek lokasi tempat praktik tersangka, Senin (8/5/2023). Dari TKP, ditemukan seperangkat alat kedokteran yang digunakan untuk melakukan aborsi beserta obat-obatan.
Saat diperiksa, Ketut Arik mengaku selama dua setengah tahun mulai praktek yakni dari 2020, ia telah mengaborsi puluhan orang.
Pasiennya rata-rata berusia produktif, bahkan di antaranya masih berstatus pelajar seperti mahasiswi yang malu karena hamil.
Satu pasien, tersangka yang merupakan dokter gigi namun tidak memiliki izin praktek tersebut, memasang tarif Rp3,8 juta. Kendati demikian, jika ada pasien tidak mampu membayar sesuai tarif, ia memberi diskon.
{bbseparator}
"Selain dari Bali, pasien yang datang juga berasal dari luar Bali. Dia mengaku sudah menangani sekitar 20 pasien sejak 2020. Pada saat kami gerebek, tersangka baru saja selesai melakukan aborsi," bebernya.
Ranefli mengatakan, tersangka sebelumnya pernah dua kali dijebloskan ke penjara dalam kasus yang sama. Pada tahun 2006 dia dihukum 2,5 tahun penjara, dan tahun 2009 divonis 6 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Denpasar.
Vonis 6 tahun pada 2009 ia terima karena salah satunya pasiennya kala itu mengalami pendarahan sehingga meninggal dunia.
"Tersangka kami kenakan pasal berlapis dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara atau denda maksimal Rp10 miliar," beber Wadir Krimsus.
Reporter: Agung
Editor: Ady
Komentar