Kejagung Serahkan Tersangka Gratifikasi Ronald Tannur ke JPU

Kamis, 09 Januari 2025 09:32 WITA

Card image

Dua tersangka yang diserahkan Lisa Rahmat (kiri) Meirizka Widjaja (kanan) Rabu (8/1/2025). (Foto:Dok. Kejagung)

Males Baca?

JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia melalui Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) menyerahkan tanggung jawab dua tersangka dan barang bukti kasus dugaan korupsi berupa suap dan/atau gratifikasi kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat. Proses serah terima Tahap II ini dilakukan pada Rabu (8/1/2025).

Dua tersangka yang diserahkan adalah Lisa Rahmat (LR), pengacara Ronald Tannur, serta Meirizka Widjaja (MW), ibunda Ronald Tannur. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Dr. Harli Siregar, menjelaskan kronologi dugaan tindak pidana yang melibatkan kedua tersangka.

MW diketahui menemui LR pada 6 Oktober 2023 untuk membahas pengurusan perkara Ronald Tannur. Sejak Oktober 2023 hingga Agustus 2024, MW menyerahkan dana Rp1,5 miliar kepada LR untuk "biaya pengurusan perkara." 

Sekira bulan Januari 2024 pada saat penanganan perkara masih tahap penyidikan, Tersangka LR menghubungi saksi Zarof Ricar (ZR) eks pejabat MA melalui pesan Whatsapp dan meminta diperkenalkan dan membuat janji bertemu Ketua Pengadilan Negeri Surabaya. Tersangka LR kemudian datang ke PN Surabaya untuk bertemu dengan Ketua PN Surabaya untuk meminta dan menanyakan majelis hakim yang akan menangani perkara Gregorius Ronald dan dijawab oleh Ketua Pengadilan Negeri Surabaya bahwa hakim yang akan menyidangkan perkara Gregorius Ronald adalah Erintuah Damanik, Mangapul dan Heru Hanindyo.

LR kemudian berusaha memengaruhi persidangan dengan memberikan uang kepada sejumlah pihak. Salah satu aksi penyuapan terjadi pada Juni 2024, saat LR menyerahkan SGD 140.000 kepada salah satu hakim. Jumlah tersebut kemudian dibagikan kepada majelis hakim yang menangani perkara, dengan besaran yang bervariasi. Selain itu, LR juga berencana memberikan suap kepada Ketua Pengadilan Negeri Surabaya dan panitera pengadilan, meskipun dana tersebut belum sempat diserahkan.

Pada 24 Juli 2024, majelis hakim memutuskan membebaskan Ronald Tannur dari semua dakwaan. Namun, berdasarkan sidang pleno Komisi Yudisial pada 26 Agustus 2024, tindakan majelis hakim tersebut dinyatakan melanggar kode etik, dan sanksi berat diusulkan kepada Majelis Kehormatan Hakim (MKH).

Tersangka LR disangkakan melanggar Pasal 6 Ayat (1) huruf a Jo. Pasal 15 Jo. Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
Selanjutnya Pasal 5 Ayat (1) huruf a UU Tipikor Jo. Pasal 15 Jo. Pasal 18 UU Tipikor Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 65 Ayat (1) KUHP.

{bbseparator}

Sementara itu, MW didakwa melanggar Pasal 6 Ayat (1) Jo. Pasal 18 UU Tipikor Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP sebagai dakwaan primer. Pasal 5 Jo. Pasal 18 UU Tipikor Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP sebagai dakwaan subsidiair.

 “Setelah penyerahan tahap II ini, Jaksa Penuntut Umum akan segera mempersiapkan surat dakwaan untuk melimpahkan perkara ini ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,” ujar Harli Siregar.

Editor: Lan


Komentar

Berita Lainnya