Kejagung Tetapkan Tiga Hakim Pengurusan Perkara di PN Jakpus Sebagai Tersangka

Senin, 14 April 2025 11:43 WITA

Card image

Salah satu hakim yang ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap Djuyamto, mengenakan rompi tahanan. (Foto: Satrio/MCW)

Males Baca?

JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan tiga Hakim sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan suap terkait pengurusan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus). Ketiga Hakim tersebut yakni, Djuyamto (DJU); Agam Syarif Baharuddin (ASB); dan Ali Muhtarom (AM).

"Bahwa berdasarkan alat bukti yang cukup, penyidik menetapkan tiga orang sebagai tersangka," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar melalui keterangan resminya, Senin (14/4/2025).

Ketiga orang tersebut merupakan hakim yang menyidangkan perkara korupsi korporasi minyak goreng di PN Jakpus. Djuyamto merupakan Ketua Majelis Hakim yang memimpin jalannya persidangan, sedangkan Agam Syarif dan Ali Muhtarom sebagai hakim anggota.

Kasus ini bermula dari adanya kesepakatan antara para tersangka yakni, Pengacara Ariyanto (AR) dengan Panitera Muda Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut) Wahyu Gunawan (WG) untuk mengurus perkara korupsi tiga korporasi minyak goreng yakni, Wilmar Group, Musim Mas Group, dan Permata Hijau Group.

Diduga, Ariyanto meminta agar perkara tersebut diputus Onslag (vonis lepas) dengan menyiapkan uang sebesar Rp20 miliar. Selanjutnya, kesepakatan tersebut disampaikan Wahyu kepada tersangka mantan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, M Arif Nuryanta (MAN) agar perkara tersebut diputus onslag.

Arif Nuryanta kemudian menyetujui permintaan agar kasus yang menyeret tiga korporasi tersebut untuk diputus Onslag. Namun, Arif meminta agar uang Rp20 miliar tersebut di kali tiga sehingga totalnya menjadi Rp60 miliar.

Permintaan Arif tersebut lantas disampaikan Wahyu kepada Ariyanto. Ariyanto menyanggupi permintaan uang sebesar Rp60 miliar. Lalu, Ariyanto menyerahkan uang Rp60 miliar tersebut dalam bentuk mata uang dolar Amerika kepada Arif melalui Wahyu.

Dari kesepakatan tersebut, Wahyu mendapatkan fee sebesar USD 50.000 sebagai jasa penghubung. Setelah uang tersebut diterima, Arif menunjuk Djuyamto sebagai Ketua Majelis Hakim dan Agam Syarif serta Ali Muhtarom sebagai hakim anggota.

Kemudian setelah terbit penetapan sidang, tersangka Arif memanggil Djuyamto dan Agam untuk memberikan uang dolar Amerika yang jika dirupiahkan setara Rp4,5 miliar dengan tujuan untuk uang baca berkas perkara dan agar perkara tersebut diatensi.

{bbseparator}

Kemudian, uang Rp4,5 miliar tersebut dimasukkan ke dalam goodie bag yang dibawa oleh Agam. Uang sebesar Rp4,5 miliar tersebut lantas dibagi tiga untuk Agam, Ali Muhtarom, dan Djuyamto.

Kemudian, sekira bulan September atau Oktober 2024, Arif menyerahkan kembali uang dolar Amerika yang setara dengan Rp18 miliar kepada Djuyamto. Uang tersebut kemudian dibagi tiga di depan Bank BRI Pasar Baru Jakarta Selatan.

Adapun, pembagian uang untuk para hakim yakni sebesar Rp4,5 miliar untuk Agam; Rp5 miliar untuk Ali Muhtarom; dan Rp6 miliar untuk Djuyamto. Djuyamto kemudian memberikan kembali uang sebesar Rp300 juta untuk panitera.

Sehingga total keseluruhan uang yang diterima Rp22 miliar untuk para hakim dan panitera. Kejagung meyakini ketiga hakim tersebut mengetahui tujuan dari penerimaan uang agar perkara tersebut diputus Onslag. Di mana, pada 19 Maret 2025 perkara tersebut di putus Onslag.

Reporter: Satrio


Komentar

Berita Lainnya