Kemenpora Dorong Pengembangan Olahraga Bagi Penyandang Disabilitas

Kamis, 19 Desember 2024 22:50 WITA

Card image

Kemenpora menggelar talkshow bertema “Ramah Disabilitas adalah Tanggung Jawab Pemerintah dan Seluruh Lapisan Masyarakat” di Hotel Infinity 8, Jimbaran, Badung, Kamis (19/12/2024).

Males Baca?

BADUNG - Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) Republik Indonesia menggelar talkshow bertema “Ramah Disabilitas adalah Tanggung Jawab Pemerintah dan Seluruh Lapisan Masyarakat” di Hotel Infinity 8, Jimbaran, Badung, Kamis (19/12/2024). Acara ini diselenggarakan dalam rangka memperingati Hari Disabilitas Internasional, yang jatuh pada 3 Desember.

Asisten Deputi Olahraga Penyandang Disabilitas Kemenpora, Dr. Ibnu Hasan dalam sambutannya menyampaikan, pemerintah terus mendorong pengembangan olahraga bagi penyandang disabilitas sebagai bagian dari upaya mewujudkan Indonesia yang inklusif.

“Berbagai program strategis telah dirancang untuk mendukung partisipasi aktif penyandang disabilitas dalam olahraga, sekaligus meningkatkan potensi mereka di bidang ini,” ujarnya.

Analis Kebijakan Ahli Muda Kemenpora Irul Trishima Atias menerangkan, dari data Susenas BPS 2021, saat ini baru 11,6 persen penyandang disabilitas di Indonesia yang aktif berolahraga.

“Kami menargetkan angka ini meningkat menjadi 15% pada 2029 melalui berbagai program strategis, seperti sosialisasi olahraga, kampanye inklusivitas, dan penyediaan sarana olahraga yang ramah disabilitas,” ungkapnya.

Kemenpora, lanjut Irul, juga berencana menyusun standar infrastruktur olahraga yang ramah disabilitas bekerja sama dengan kementerian terkait.

"Pembangunan fasilitas olahraga harus mempertimbangkan kebutuhan penyandang disabilitas, baik untuk anak-anak maupun dewasa, agar mereka memiliki akses yang setara,” timpalnya.

Sementara itu, Ketua Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Norman Yulian,menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, komunitas, dan organisasi yang sah seperti National Paralympic Comitee (NPC), Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI), Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni), dan Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia (Gerkatin).

Ia berharap bahwa kegiatan-kegiatan terkait disabilitas dapat lebih sering diekspos untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa disabilitas bukanlah hal yang harus dikaitkan dengan charity atau belas kasihan.

“Sebelum adanya UU No. 8 Tahun 2016, disabilitas sering kali dianggap sebagai bentuk charity. Namun, setelah Indonesia meratifikasi Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas (CRPD) di Paris, perubahan mulai terjadi. Kini, disabilitas dilihat sebagai hak yang setara,” kata Norman.
Reporter:Ran


Komentar

Berita Lainnya