KPK Endus Potensi Korupsi di Balik Pertambangan Ilegal di Papua Barat

Senin, 27 Mei 2024 08:55 WITA

Card image

Rapat koordinasi dengan pemerintah daerah se-Papua Barat, Kementerian ESDM, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Keuangan, Kementerian ATR/BPN dan Kementerian PUPR.

Males Baca?

 

MCWNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengendus potensi korupsi di balik pertambangan ilegal di Papua Barat. KPK mengendus dugaan korupsi tersebut setelah menerima banyak laporan terkait pertambangan ilegal di Papua Barat.

Berdasarkan berbagai laporan yang diterima KPK, pertambangan ilegal di Papua Barat sudah masuk ke kawasan konservasi dan cagar alam. Hal itu tentu sangat berdampak pada sumber daya alam. KPK mendesak adanya upaya penataan sektor pertambangan di Papua Barat.

Demikian dibongkar Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) Koordinasi dan Supervisi Wilayah V KPK, Dian Patria saat rapat koordinasi dengan pemerintah daerah se-Papua Barat, Kementerian ESDM, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Keuangan, Kementerian ATR/BPN dan Kementerian PUPR.

"Kita mendapat banyak laporan kegiatan pertambangan di Papua Barat ini, telah merambah kawasan hutan. Bahkan aktivitas pertambangan juga telah masuk ke kawasan konservasi dan cagar alam dan merusak Daerah Aliran Sungai,” kata Dian melalui keterangan resminya, Jumat (15/7/2022).

Dibeberkan Dian, aktivitas Pertambangan Tanpa Izin (PETI) mulai merambah ke kawasan hutan Papua Barat. Sementara itu, dari hasil pemetaan yang dilakukan oleh Kemenkopolhukam, teridentifikasi 2.741 lokasi PETI di Indonesia.

Data yang dikantongi KPK, terdapat enam titik pertambangan ilegal di Papua Barat. Paling banyak, terdapat di Kabupaten Pegunungan Arfak dan Manokwari. Hal ini sebagaimana yang dipaparkan oleh asisten Deputi Pengelolaan Sampah dan Limbah Kemenkomarves yang juga merupakan pelaksana satgas penertiban PETI.

Maraknya tambang ilegal di Papua Barat menimbulkan keresahan tersendiri bagi Pemda Papua Barat. Berdasarkan data yang dibeberkan Pemda Papua Barat, ada sekira 100 kelompok penambang ilegal di daerah hulu Sungai Wariori dan Wasarawi.

“Hasil pemetaan yang dilakukan oleh Dinas ESDM Pemprov Papua Barat, pertambangan tanpa izin terjadi setidaknya sekitar daerah hulu sungai Wariori dan daerah Sungai Wasarawi. Sekitar 100 kelompok penambang yang eksis di kedua kawasan tersebut," ungkap Kadis ESDM Papua Barat Johanes Tulus.

 Selain menggunakan alat pompa hisap, para penambang juga menggunakan alat mekanis excavator. Hasilnya, dibagi bersama antara para penambang dengan pemilik hak ulayat dalam bentuk gram emas atau uang,“ sambungnya.

{bbseparator}

Konsern yang sama juga disampaikan oleh Sekda Kabupaten Manokwari Henri Sembiring. Bahkan, Henri dengan tegas meminta agar aktivitas tambang ilegal di daerah Papua Barat segera dihentikan. Bila perlu, ditindak tegas.

“Kami meminta agar aktivitas pertambangan ilegal ini segera dihentikan. Kami khawatir, penambangan emas di hulu sungai akan berdampak pada pencemaran mercuri di air sungai yang menjadi sumber air bersih warga dan irigasi kawasan pertanian dan perkebunan. Jika tidak dihentikan, maka akan menimbulkan bencana bagi masyarakat sepanjang sungai,“ tegas Henri.

Di akhir rapat peserta menyepakati bahwa apapun skema penyelesaiannya, sebelum semuanya jelas secara formal, aktivitas pertambangan ilegal yang ada saat ini, harus segera dihentikan. Sebab hampir semua peserta mengakui bahwa kerusakan lingkungan akibat penambangan yang tidak terkendali mengancam keselamatan masyarakat.   Penting untuk dipetakan aktor yang terlibat dan jalur supply-chain ke lokasi PETI ini antara lain suplai mecuri/cinnabar dan BBM ke lokasi PETI. 

Bagi KPK, persoalan PETI di Papua Barat dan wilayah lain di Indonesia, tidak hanya mencerminkan betapa lemahnya tata kelola sektor pertambangan di negeri ini, namun juga mengindikasikan adanya persoalan penegakan hukum yang tidak jalan. 

“Bisa jadi, dibalik tindak pidana pertambangan ilegal ini, terjadi tindak pidana korupsi, fraud dan misconduct. Dan ini yang menjadi perhatian KPK di Papua Barat,” tutup Dian. (ads)


Komentar

Berita Lainnya