Rugikan Negara Rp2,1 Triliun, Mantan Bos Pertamina Karen Agustiawan Ditahan KPK

Selasa, 28 Mei 2024 17:45 WITA

Card image

Mantan Dirut PT Pertamina Karen Agustiawan Ditahan KPK Usai Diperiksa sebagai Tersangka, Selasa (19/9/2023). (Foto: Satrio/MCW)

Males Baca?

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina (Persero), Galaila Karen Kardinah (GKK) alias Karen Agustiawan (KA) sebagai tersangka.

Karen ditetapkan sebagai tersangka atas kasus dugaan korupsi pengadaan Liquefied Natural Gas (LNG) atau gas alam cair di PT Pertamina tahun 2011-2021 yang merugikan keuangan negara sekira 140 juta dollar Amerika Serikat atau setara Rp2,1 triliun.

"Diperkuat dengan bukti permulaan yang cukup sehingga naik pada tahap penyidikan dengan menetapkan dan

mengumumkan tersangka GKK alias KA," kata Ketua KPK, Firli Bahuri di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (19/9/2023), malam

Untuk mempermudah proses penyidikan, KPK kemudian melakukan upaya paksa penahanan terhadap Karen. Karen ditahan usai diperiksa sebagai tersangka. Ia ditahan untuk masa penahanan pertamanya selama 20 hari ke depan. 

"Untuk kebutuhan proses penyidikan, tim penyidik melakukan penahanan tersangka GKK alias KA selama 20 hari pertama, terhitung 19 September 2023 sampai 8 Oktober 2023 di Rutan KPK," ucap Firli.

Firli menjabarkan, kasus ini bermula ketika PT Pertamina memiliki rencana untuk mengadakan Liquefied Natural Gas (LNG) sebagai alternatif mengatasi terjadinya defisit gas di Indonesia sekira tahun 2012.

"Perkiraan defisit gas akan terjadi di Indonesia di kurun waktu 2009 sampai 2040 sehingga diperlukan pengadaan LNG untuk memenuhi kebutuhan PT PLN Persero," imbuhnya

Karen yang saat itu menjabat sebagai Direktur Utama PT Pertamina Persero periode 2009-2014 mengeluarkan kebijakan untuk menjalin kerjasama dengan beberapa produsen dan supplier LNG yang ada di luar negeri.

{bbseparator}

Produsen yang diajak kerja sama di antaranya perusahaan Corpus Christi Liquefaction LLC Amerika Serikat. Tapi, saat pengambilan kebijakan dan keputusan tersebut, Karen secara sepihak langsung memutuskan untuk melakukan kontrak perjanjian perusahaan CCL.

Keputusan yang diambil Karen tersebut tanpa melakukan kajian hingga analisis menyeluruh. Firli menyebut Karen juga tidak melaporkan pada Dewan Komisaris PT Pertamina Persero keputusannya tersebut.

"Selain itu pelaporan untuk menjadi bahasan dilingkup Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dalam hal ini pemerintah tidak dilakukan sama sekali sehingga tindakan GKK alias KA tidak mendapatkan restu dan persetujuan dari pemerintah saat itu," ucap Firli

Dalam perjalanannya, sambung Firli, seluruh kargo LNG milik PT Pertamina Persero yang dibeli dari perusahaan CCL LLC Amerika Serikat menjadi tidak terserap di pasar domestik. Akibatnya, kargo LNG menjadi oversupply dan tidak pernah masuk ke wilayah Indonesia.

"Atas kondisi oversupply tersebut, berdampak nyata harus dijual dengan kondisi merugi di pasar internasional oleh PT Pertamina Persero," ungkap Firli.

"Dari perbuatan GKK alias KA menimbulkan dan mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar USD140 juta yang ekuivalen dengan Rp2,1 triliun," sambungnya.

Atas perbuatannya, Karen disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

 

 

Reporter: Satrio


Komentar

Berita Lainnya