Angkat Foto Prewedding di Bali dalam Disertasi, Ramanda Raih Gelar Doktor

Rabu, 29 Mei 2024 06:06 WITA

Card image

Males Baca?

Faktor industri komersial, berbagai seduksi-seduksi iklan dalam media sosial merupakan cara para pelaku usaha jasa foto prewedding bertahan dan menjaga eksistensi fenomena foto prewedding.

Faktor globalisasi, fenomena foto prewedding sebagai produk global menawarkan berbagai keefisiensian dan kemudahan bagi pasangan pengantin untuk melakukan berbagai hal dalam pengemasan tanda dan informasi. 

Negosiasi antara fotografer dan klien, tentu memiliki pengaruh yang besar. Salah satu di antaranya adalah dalam pemilihan konsep-konsep foto prewedding, ucapnya.

Dalam disertasinya, Ramanda merumuskan tiga temuan. Pertama, foto prewedding menciptakan fenomena bergesernya hiper ke realitas kebudayaan Bali. 

Sebelumnya hiperealitas menjadi realitas karena hal tersebut dilakukan oleh semua orang dan menjadi sesuatu yang biasa, padahal pada awalnya ditentang oleh sebagian pihak. Hal ini menunjukan bahwa kebudayaan itu bukan sesuatu yang stabil tetapi dinamis dan selalu berubah.

Terjadi perubahan dalam identifikasi struktur kebudayaan. Artinya, kebudayaan Bali dalam konteks perayaan resepsi pernikahan sedikit demi sedikit telah berubah (tidak sama dengan masa lalu). 

"Apa yang terjadi merupakan bentuk desakralisasi yang diakibatkan oleh reproduksi wacana-wacana simbolik," paparnya.

Dilihat dari sudut pandang tradisi, foto prewedding merupakan sesuatu yang tidak penting namun penting dalam artikulasi identitas. Artinya, masyarakat Hindu di Bali tidak lagi membeli sebuah produk tetapi membeli sebuah simbol. Simbol memberi mereka kesempatan untuk menunjukan sebuah identitas diri.

Perkembangan foto prewedding setelah 25 tahun sangat mengalami kemajuan. Secara estetika tentu saja menjadi lebih baik dan lebih beragam secara konseptual. 
 


Halaman :

Komentar

Berita Lainnya