Ini Kata Kuasa Hukum Pemkab Atas Kemiskinan Ekstrem di Kabupaten Teluk Bintuni

Selasa, 28 Mei 2024 09:37 WITA

Card image

Kuasa hukum Pemerintah Kabupaten Teluk Bintuni, Yohanes Akwan, (Foto: haiser/mcwnews)

Males Baca?


BINTUNI - Pemerintah Kabupaten Teluk Bintuni melalui kuasa hukumnya Yohanes Akwan mengatakan, kemiskinan merupakan momok bagi semua wilayah di Indonesia. Papua dan Papua Barat yang kaya dengan sumber daya alam menjadi daerah paling miskin di Indonesia.

Dari 34 Provinsi di Indonesia, Provinsi Papua berada pada urutan 34 dengan angka kemiskinan 26,56, berikutnya Papua Barat diurutan ke 33 dengan angka kemiskinan 21,34, selanjutnya NTT diurutan 32 dengan angka kemiskinan sebesar 20,5.

Kemudian Maluku diurutan 31 dengan angka kemiskinan 15,97 persen, diikuti Provinsi Gorontalo diurutan 30 dengan angka kemiskinan 15,42 persen dan diurutan ke 29 Provinsi Aceh dengan angka kemiskinan 14,64 persen.

"Padahal Aceh memiliki sumber daya alam migas dan sudah puluhan tahun dikelola masih tetap masuk sebagai sebagai provinsi dengan angka kemiskinan yang tinggi, bahkan masuk sebagai 10 provinsi di Indonesia yang memiliki angka kemiskinan yang tinggi," tuturnya kepada media ini, Kamis (27/10/2022).

Menurutnya, yang menjadi pertanyaan mengapa daerah-daerah itu miskin, padahal merupakan daerah yang memiliki sumber daya alam melimpah.

Dikatakan, di awal pemekaran Kabupaten Teluk Bintuni sempat dijuluki sebagai daerah paling miskin di Papua Barat karena memiliki angka kemiskinan tertinggi dikisaran  54 persen.

"Kalau kita lihat data seris dari BPS Papua Barat, angka kemiskinan Teluk Bintuni pada tahun 2010 54 persen, tahun 2015 turun menjadi 36,66 persen, kemudian tahun 2021 turun menjadi 29,79 persen," tuturnya.

{bbseparator}

Dengan data itu lanjutnya telah menunjukkan trend penurunan dari tahun ke tahun. Dan setelah memasuki usia yang ke-19, Teluk Bintuni tidak lagi menyandang sebagai daerah paling miskin di tanah Papua Barat karena angka kemiskinannya berangsur-angsur mengalami penurunan.

"Ini menunjukkan sebuah kemajuan karena hampir seperdua dari angka kemiskinan dapat ditarik turun, melalui berbagai program pro rakyat yang dilaksanakan dari waktu ke waktu oleh pemerintah daerah," ujarnya.

Kata dia, hal yang sama terjadi pada Provinsi Papua yang terus bekerja keras untuk menurunkam angka kemiskinan tapi sampai saat ini masih yang tertinggi di Indonesia, diikuti oleh Provinsi Papua Barat yang berada pada urutan ke-33 atau tertinngi kedua di indonesia setelah papua. 

Ditambahkan, membangun Papua penuh dengan problema karena memiliki luas wilayah yang sangat besar, dengan karakteristik yang beragam mulai dari wilayah pegunungan yang terisolir dan daerah pantai yang juga memiliki kesulitan tinggi sehingga menimbulkan gap atau gini rasio yang tinggi pula.

"Kalau kita mengambil perbandingan antara DKI Jakarta yang memiliki luas sekitar 700 km persegi mengelola anggaran sekitar Rp75 triliun, bagimana dengan Kabupaten Teluk Bintuni yang memiliki luas 18.637 km persegi atau 26 kalinya DKI Jakarta dengan anggaran sekitar Rp2 triliun, atau Surabaya yang memiliki luas hanya 326 km persegi yang mengelolah sekitar Rp10,5 triliun," ucapnya.

Menurut Yohanes, membangun Kabupaten Teluk Bintuni yang memiliki luasan sekitar 18.637 km sebagai kabupaten terluas di Papua Barat dengan karakteristik wilayah pegunungan sekitar 7 distrik, wilayah pesisir sekitar 11 distrik dan wilayah perkotaan sekitar 6 distrik bukanlah hal yang mudah.

Bahkan dengan 14 kebijakan pembangunan pro rakyat mulai dari pendidikan yang digratiskan di semua tingkatan, kesehatan yang juga digratiskan di semua pelayanan bahkan sampai rujukan, pemberian bantuan pendidikan bagi mahasiswa/i yang mengikuti pendidikan di 33 kota studi di Indonesia dan 3 kota studi di luar negeri, program padat kerja yang dilaksanakan di 24 distrik, bantuan modal usaha yang bergulir sejak tahun 2018.

{bbseparator}

Pembangunan rumah bagi masyarakat, serta program lintas sektor bahkan masih banyak terobosan pembangunan yang dikakukan dari waktu ke waktu mulai dari era Bupati Decky Kawab, Bupati Alfons Manibuy dan beberapa bupati carateker sampai dengan kepemimpinan Petrus Kasihiw sejak tahun 2016 hingga saat ini.

"Sebenarnya Teluk Bintuni menjadi salah satu daerah pemekaran yang memiliki banyak kemajuan, termasuk Indeks Pembangunan Manusia/IPM yang semakin meningkat menjadi 64,56 dan berada pada urutan ke 6 dari 13 kabupaten/kota di Papua Barat," ungkapnya.

Dengan angka kemiskinan yang semakin menurun di angka 29,79 persen walaupun masih lebih tinggi dibandingkan dengan angka kemiskinan Papua Barat yang berada di angka 21,34 persen, penurunan ini harus diapresiasi karena Kabupaten Teluk Bintuni sudah tidak menyandang sebagai daerah yang termiskin di Papua Barat karena posisinya berada pada urutan ke 9 dari dari 13 kab/kota di Papua Barat.

Oleh karenanya dengan adanya pandangan Penjabat Gubernur Papua Barat mengapa daerah yang memiliki sumber daya alam melimpah justru angka kemiskinannya masih tinggi, termasuk Provinsi Papua dan Papua Barat bukanlah bagian yang harus diperdebatkan.

Tapi sama-sama harus melihatnya sebagai sebuah sentilan yang harus dijadikan cambuk untuk aeluruh komponen di tanah Papua dengan bersinergi dan berkolaborasi membangun dan mengejar ketertinggalan di berbagai aspek kehidupan. 

"Bapak Penjabat Gubernur Papua Barat, mengatakan di mana letak kemiskinan, atau jangan-jangan masyarakat miskin itu sendiri yang belum beranjak dan  bangkit untuk keluar dari lingkar kemiskinannya," bebernya.

Dikatakan pula, pemerintah telah mempublish angka kemiskinan ekstrem dan bahkan menetapkan provinsi dan kab/kota miskin ekstrem, khususnya di Papua Barat ada 5 kabupaten yang memiliki angka kemiskinan ekstrem dan harus dientaskan sampai tahun 2024.

{bbseparator}

Untuk tahun 2022, pemerintah kembali mengumumkan provinsi kabupaten/kota yang masuk kategori miskin ekstrem, di mana pada tahun 2021 pemerintah menetapkan sekitar 7 provinsi dengan 35 kabupaten/kota di seluruh Indonesia yg dikategorikan sebagai daerah miskin ekstrem.

Namun di tahun 2022 pemerintah memperluas cakupan provinsi dan kabupaten/ kota yang dikategorikan miskin ekstrem menjadi 212 kabupaten/kota di 25 provinsi. Khusus di Papua Barat, semua kabupaten/kota selain Kabupaten Kaimana dikategorikan daerah miskin ekstrem. 

"Ini merupakan sebuah tantangan besar yang harus menjadi perhatian semua pihak, bukan hanya pemerintah provinsi atau pemerintah kbupaten kota di Papua Barat. Semua pihak harus bergandengan tangan untuk mempercepat pengentasan kemiskinan termasuk juga masyarakat yang terkurung dalam kemiskinan harus bangkit bergerak bersama-sama karena yang menjadi persoalan utama kita adalah soal prosuktivitas kita masih rendah," tegasnya. 

Ia juga mengatakan, jika dihitung banyak dana yang sudah digelontorkan ke kampung dan distrik. Pada tahun 2021 misalnya, ada sekitar Rp120 miliar dana kampung yang digulirkan, kemudian dana alokasi untuk 24 distrik kurang lebih Rp130 an miliar, belum lagi dana padat karya yang jumlahnya sekitar Rp28 milyar Rupiah dan sektoral lainnya. 

"Yang mana dana-dana tersebut dikelola langsung oleh masing masing kampung dan distrik. Pertanyaannya apa yang keliru, mengapa Papua masih miskin. Mungkin ini yang harus didialogkan secara baik untuk menyusun rencana aksi percepatan pengentasan kemiskinan di tanah Papua," pungkasnya. 

(Haiser Situmorang)


Komentar

Berita Lainnya