JMSI Bali Tolak Revisi UU Penyiaran, Pasal ‘Larangan Investigasi’ Dinilai Konyol

Rabu, 29 Mei 2024 10:10 WITA

Card image

Orasi Ketua JMSI Bali, Nyoman Ady Irawan saat aksi bersama jurnalis dan masyarakat menolak revisi RUU penyiaran di Kantor DPRD Provinsi Bali, Selasa (28/5/2024). (Foto: Dewa/MCW).

Males Baca?

DENPASAR - Jurnalis dan masyarakat umum di Bali menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor DPRD Provinsi Bali pada Selasa (28/5/2024) untuk menolak revisi Rancangan Undang-undang (RUU) Penyiaran. Aksi ini sebagai bentuk penolakan terhadap pasal-pasal yang dianggap mengancam kemerdekaan pers, termasuk pelarangan liputan investigasi.

Nyoman Ady Irawan, Ketua Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Provinsi Bali, menyebut revisi RUU Penyiaran sebagai produk yang lucu dan penuh kontradiksi. Salah satu yang disoroti adalah pelarangan liputan investigasi, yang menurutnya merupakan bentuk pembungkaman pers.

"Lucu. Mereka tidak paham atau pura-pura bodoh. Kontrol sosial oleh pers itu dilakukan melalui kerja-kerja jurnalistik investigatif. Bukan liputan seremonial," tegas Irawan.

Ia menambahkan bahwa revisi ini merupakan bentuk pengkhianatan demokrasi. "Pasal pelarangan penayangan jurnalistik investigasi dalam RUU itu adalah pasal konyol. Siapapun yang menyusupkan pasal itu dalam RUU ini kita yakin mereka adalah pihak-pihak pengkhianat demokrasi," sambungnya.

Ambros Boli Berani, Sekretaris Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Provinsi Bali, menyatakan bahwa revisi RUU Penyiaran membuat jurnalis menjadi "macan ompong".

"Revisi RUU penyiaran membuat jurnalis menjadi macan ompong," ujarnya. Ia mencontohkan pasal 50 B ayat 2 huruf c yang melarang penayangan berita investigasi dan liputan eksklusif.

"Liputan investigasi dan eksklusif itu menjadi mahkotanya jurnalis. Karena hasil liputan yang mendalam, membutuhkan biaya yang besar dan waktu yang lama. Apalagi, tidak hanya siaran investigasi tapi eksklusif pun dilarang ya kita jadi macan ompong," jelas Ambros.

Ia menambahkan bahwa pelarangan liputan investigasi bertentangan dengan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

"Saya tidak mengerti, yang katanya RUU harmonisasi ini dimasukkan pasal itu (Pasal 50 B ayat 2 huruf c ). Ini kan mau dibahas oleh DPR tanggal 29 Mei. Kalau RUU Penyiaran ini disahkan bulan September, maka selamat datang Orde Baru," kritiknya.

Aksi unjuk rasa ini merupakan bagian dari upaya Aliansi Pers dan Masyarakat Bali untuk menyelamatkan kemerdekaan pers di Indonesia. Mereka mendesak DPR untuk mencoret pasal-pasal yang dianggap mengancam kebebasan pers dalam revisi RUU Penyiaran.

Reporter: Dewa


Komentar

Berita Lainnya