Kapuspenkum: Penyelesaian Masalah Tanah Perlu Rumah Mediasi

Rabu, 29 Mei 2024 07:32 WITA

Card image

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Ketut Sumedana, (Foto: Puspenkum)

Males Baca?

 

MCWNEWS.COM, JAKARTA - Persoalan tanah merupakan persoalan yang multiefek yang diawali dengan fungsi sosial kemudian bergeser karena kebutuhan tanah semakin meningkat dan ketersediaan tanah yang terbatas, lalu bergeser menjadi fungsi ekonomis.

Seiring berjalanya waktu, hal tersebut kemudian bergeser menjadi suatu permasalahan sehingga berlanjut ke ranah hukum. 

"Permasalahan hukum di bidang pertanahan bukan hanya terkait dengan tindak pidana, tetapi juga kebijakan tata usaha negara dan terkait pula dengan gugatan keperdataan yaitu waris, jual/beli, hibah dan sebagainya," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Ketut Sumedana, Selasa (16/8/2022).

Terkait dengan mafia tanah, Sumedana menerangkan jika Jaksa Agung beberapa kali telah menginstruksikan untuk membentuk tim pemberantasan mafia tanah baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah.

Selain itu Jaksa Agung juga sudah menguraikan modus-modus yang dominan terjadi tentang tindak pidana yang dilakukan oleh mafia tanah.

Pertama, pelaku usaha ataupun pemodal sering sekali memanfaatkan aparatur dari kepala desa sampai tingkat pusat bahkan juga pejabat Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam rangka melakukan segala upaya mengubah status kepemilikan tanah.

Kedua, merekayasa proses persidangan. Pelaku ini sering sekali membuat suatu gugatan yang imajiner atau gugatan palsu, yang pada akhirnya nanti hasil gugatan tersebut digunakan untuk mengganti sertifikat lama menjadi sertifikat baru.
 
Ketiga, penguasaan tanah secara ilegal yang seolah-olah itu legal, dimaksudkan bahwa bukan saja okupasi terhadap tanah negara oleh masyarakat tetapi penguasaan tanah masyarakat oleh negara juga kerap sekali terjadi terutama terkait dengan proyek-proyek strategis nasional seperti pembuatan jalan tol, pembuatan bendungan, dan lain sebagainya, sehingga sering sekali menimbulkan permasalahan baru.

{bbseparator}

Keempat pelaku sering sekali memanfaatkan proyek-proyek strategis nasional, contohnya pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), pembuatan rel kereta api, pembangunan objek vital pariwisata, dan pembangunan bandara, dimana sering sekali di sekitar pembangunan tersebut, investor banyak menggunakan orang-orang tertentu untuk mengelabui masyarakat dalam hal penguasaan tanah. 

"Dampak dari kegiatan tersebut sering menimbulkan ketidakpastian terhadap kepemilikan. Orang yang mau berinvestasi di suatu daerah menjadi enggan karena takut tanahnya ketika dibeli secara legal menjadi tidak pasti/tidak sah atau tidak mendapat sertifikat, dan berpotensi mendapat gugatan-gugatan baru," tuturnya.

Dikatakan, hal-hal seperti inilah yang menyebabkan investor tidak berani masuk dalam suatu daerah atau suatu negara termasuk investor asing dan akibatnya perekonomian negara menjadi tersendat.

Juga sirkulasi program tersebut jadi tidak jalan karena investor tidak berani menanamkan modalnya, dan perekonomian negara tidak jalan dan yang menjadi rugi adalah masyarakat.

Sumedana menerangkan, Kejaksaan berperan dalam hal program nasional Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL), antara lain melakukan verifikasi legalitas surat-surat yang diajukan oleh masyarakat; 

Kedua, selain verifikasi, Kejaksaan juga mendampingi sampai proyek tersebut betul-betul berhasil sesuai dengan tujuan pemerintah dan masyarakat; 

Ketiga meyakini bahwa apa yang dilakukan oleh masyarakat dan pemerintah itu betul-betul bermanfaat dalam rangka mewujudkan kepastian hukum bagi kepemilikan tanah di masyarakat. 

Kemudian dari sisi pencegahan, Kapuspenkum mengatakan hal yang paling terpenting adalah persoalan tanah tidak semua harus dibawa ke pengadilan, maka perlu untuk membentuk rumah-rumah mediasi di setiap desa sehingga ketika ada persoalan tanah di masyarakat, dapat langsung ditangani secara cepat, tepat, dengan menggali nilai-nilai yang hidup di masyarakat (local genus). 

“Rumah mediasi diharapkan dapat menjadi jawaban dan memberikan solusi bagi masyarakat dalam menyelesaikan persoalan pertanahan di desa dengan melibatkan tokoh adat, tokoh agama, tokoh masyarakat, aparatur desa, dan penegak hukum sebagai pembina yang memberikan masukan-masukan terhadap persoalan tersebut,” ujarnya.

Kedepan lanjutnya, rumah mediasi ini menjadi garda terdepan dalam penyelesaian perkara-perkara yang terkait dengan pertanahan di desa, sehingga tidak perlu lagi semua persoalan digugat ke perdata dan rasa keadilan dapat dirasakan oleh masyarakat. (ag)


Komentar

Berita Lainnya