KPK Buka Peluang Jerat Waskita Karya Tersangka di Kasus Shelter Tsunami NTB

Kamis, 20 Februari 2025 10:20 WITA

Card image

Direktur Penyidikan (Dirdik) KPK, Asep Guntur Rahayu, Kamis (20/2/2025).

Males Baca?

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka peluang menjerat PT Waskita Karya (WK) sebagai tersangka korporasi dalam kasus dugaan rasuah proyek pembangunan tempat evakuasi sementara (TES)/Shelter Tsunami di wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB). KPK sedang dalami peran Waskita Karya.

"Kita juga sedang dalami terkait masalah apakah akan dikorporasikan ya dan lain-lain, masih kita dalami selama ini," kata Direktur Penyidikan (Dirdik) KPK, Asep Guntur Rahayu saat dikonfirmasi, Kamis (20/2/2025).

Waskita Karya diketahui merupakan kontraktor dari proyek pembangunan shelter tsunami di NTB tersebut. Proyek tersebut diduga menjadi bancakan sejumlah pihak. Dua orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan bancakan proyek tersebut.

Adapun, dua orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka yakni, Kepala Proyek Pembangunan Shelter dari Waskita Karya, Agus Herijanto (AH) serta pejabat Kementerian Pekerjaan Umum  (PU)Aprialely Nirmala (AN).

"Kedua tersangka atas nama Aprialely Nirmala (AN) dan Agus Herijanto (AH)," terang Asep Guntur dalam konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (30/12/2024).

Asep menjelaskan bahwa proyek pembangunan shelter tsunami di NTB dimulai dengan anggaran Rp23.268.000.784 (Rp23,2 miliar) pada tahun 2014, yang disiapkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum (PU).

Namun, Pejabat PU Aprialely melakukan perubahan desain proyek dan mengurangi spesifikasi bahan material, sehingga proyek tersebut tidak kokoh dan hancur saat terjadi gempa di NTB pada tahun 2018 lalu.

Beberapa perubahan material yang dilakukan, antara lain menghilangkan balok pengikat antar kolom pada elevasi 5 meter, di mana dalam dokumen perencanaan seharusnya ada balok pengikat di seluruh kolom, tetapi hanya mengikat di sekeliling bangunan; mengurangi jumlah tulangan dalam kolom dari 48 menjadi 40; serta mengubah mutu beton dari K-275 menjadi K-225.

"Selain itu, dalam perubahan gambar DED, tidak digambarkan balok ramp (jalur evakuasi yang menghubungkan antar lantai) sesuai dengan gambar pra-desain yang terdapat dalam Laporan Akhir Perencanaan. Hal ini menyebabkan perkuatan ramp terlalu kecil, dan kondisi ramp hancur saat terjadi gempa," ungkap Asep.

Asep juga menambahkan bahwa Aprialely dan Agus mengetahui bahwa dokumen lelang tidak layak dijadikan acuan kerja. "Pada tanggal 2 Juli 2014, saat rapat persiapan pembangunan Tempat Evakuasi Sementara (TES)/Shelter NTB, mereka sudah mengetahui banyak kekurangan pada dokumen lelang, namun hingga November 2014 tidak ada tindakan perbaikan," jelas Asep.


Halaman :

Komentar

Berita Lainnya

KMHDI Desak KPK Objektif Tangani Kasus Hasto