Pengamat Tanggapi Instruksi Megawati soal Penundaan Kepala Daerah Ikut Retret

Senin, 24 Februari 2025 12:01 WITA

Card image

Pengamat politik Unud Efatha Filomeno Borromeu Duarte. (Foto: Istimewa)

Males Baca?

DENPASAR - Pengamat politik Universitas Udayana (Unud) Efatha Filomeno Borromeu Duarte menanggapi instruksi Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri yang meminta kepada kepala daerah terpilih dari partai berlogo banteng moncong putih untuk menunda keikutsertaan mereka dalam agenda retret di Akmil, Magelang, Jawa Tengah.

Instruksi ini muncul tak lama setelah penangkapan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP, Hasto Kristianto pada Kamis (20/2/2025). Hasto "diciduk" oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena diduga terlibat dalam penghalangan penyidikan yang berkaitan dengan dugaan suap Harun Masiku kepada mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.

Efatha menilai bahwa instruksi Megawati Soekarnoputri untuk menunda kehadiran kepala daerah dalam retret sebagai upaya untuk menegosiasi ulang penetapan sekjennya sebagai tersangka.

"Jadi saya lihat memang ada beberapa faktor ya, terutama terkait upaya untuk menegosiasi ulang lagi kasus Hasto Kristianto ini gitu. Itu memang langkah yang harus diambil mengingat bahwa perdebatan atau upaya untuk menahan Hasto ini juga sudah sampai pada titik yang cukup krusial," ungkap Efatha saat dihubungi, Sabtu (22/2/2025).

Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Unud tersebut juga menyebut langkah Megawati menunda kadernya mengikuti retret merupakan langkah yang tepat untuk tetap menjaga posisi PDIP sebagai partai nomor satu.

"Ini menjadi salah satu daya tawar yang bisa dilakukan oleh PDIP agar bisa nanti kedepannya itu mungkin ya, di dalam Koalisi Indonesia Maju, PDIP bisa masuk sebagai partai dengan standar yang tinggi," jelas Efatha.

Kendati demikian, Efatha mengatakan langkah yang diambil Megawati akan berdampak negatif terhadap demokrasi Indonesia di masa mendatang.

"Para pejabat-pejabat publik itu boleh menggunakan partai dalam kontestasi. Tetapi harusnya kita dorong kalau bisa setelah pemilu itu rekonsiliasi dan tindakan-tindakan profesional itulah yang harusnya dapat publik tangkap begitu," pungkas Efatha.

Reporter: Ran


Komentar

Berita Lainnya