Raih Gelar Doktor Manajemen dan Bisnis di IPB, Rahmadi Sunoko Soroti Ketimpangan Pengelolahan Industri Garam Nasional
Selasa, 28 Mei 2024 12:57 WITA

Saat Rahmadi Sunoko menjalani sidang Doktoral di IPB, Rabu (30/8/2023). (Foto: Edy/MCW)
Males Baca?BOGOR - Industri Kecil Menengah Globalisasi yang bercirikan liberalisasi perdagangan telah menciptakan lingkungan baru dalam bisnis dan perdagangan. Liberalisasi perdagangan menjadi tantangan sekaligus peluang bagi UMKM. Peran penting UMKM dalam menunjang perekonomian suatu negara, membuat negara-negara di dunia memberikan perhatian khusus dengan menerapkan berbagai strategi pengembangan dan pertumbuhan UMKM.
Salah satu peran penting UMKM adalah sebagai penyedia lapangan pekerjaan dan pertumbuhan ekonomi. Pada industri garam nasional, peran industri kecil dan menengah (IKM) pengolahan garam sebagai offtaker garam yang diproduksi petambak garam lokal.
Namun demikian, kondisi sumber daya garam, kebijakan pemerintah dan tingkat persaingan antar industri kecil dan menengah (IKM) dengan industri besar pengolahan garam menciptakan peluang dan tantangan bagi keberlangsungan IKM pengolahan garam.
Promovendus Bidang Manajemen dan Bisnis IPB University Rahmadi Sunoko menegaskan, industri pengolahan garam nasional menghadapi persaingan tidak sehat (unfair competition).
Hal ini terungkap pada sidang promosi terbuka Doktor Manajemen dan Bisnis oleh Rahmadi Sunoko yang berjudul “Strategi Peningkatan Daya Saing Pada Bisnis Industri Pengolahan Garam di Indonesia” yang digelar di Sekolah Bisnis IPB university, Bogor, pada tanggal 30 Agustus 2023.
Baca juga:
Fakultas Farmasi Unmas Gelar Pelatihan Penanganan Infeksi DBD bagi Penyandang Disabilitas
Dihadapan Dewan Penguji yakni Prof. Dr. Ir. Asep Saefuddin M.Sc., Prof. Dr. Ir. Rizal Sjarief Sjaiful Nazli D.E.S.S., Dr. Nimmi Zulbainarni S.Pi, M.Si dan Penguji eksternal yakni Dr. Iwan Setiawan , M.Si dan Dr. Ir. Hartoyo M.Sc., Rahmadi menjelaskan, persaingan tidak sehat ini disebabkan oleh dua hal. Pertama, Standar Nasional Indonesia (SNI) garam olahan konsumsi beryodium bersifat wajib (mandatory).
“Kebijakan ini dapat melindungi keberlangsungan pasar bagi produk garam yang dihasilkan oleh petambak garam dan produk garam konsumsi beryodium yang dihasilkan oleh industri pengolahan garam nasional,” katanya.
Kedua, kebijakan pergaraman nasional mewajibkan garam konsumsi beryodium wajib ber SNI, sementara garam yang lain seperti garam untuk aneka pangan dan CAP (caustic soda) bersifat voluntary.
“Pergeseran kelompok garam konsumsi atas Keppres 69/1994, seperti garam untuk aneka pangan yang dimasukkan dalam kelompok industri. Kondisi ini yang menyebabkan industri pengolahan garam nasional menghadapi unfair competition di tengah liberalisasi dan internasionalisasi pada emerging market,” tegas Rahmadi.
Berita Lainnya

Kasus Korupsi Proyek Aerosport Mimika, Kejati Papua Sita Rp300 Juta

Perjuangan DAMAI Berakhir di MK, Serukan Persatuan untuk Membangun Teluk Bintuni

JMSI Rayakan HUT ke-5 di Banjarmasin, Luncurkan Program Literasi ‘JMSI Goes To School’

KPK Ulik Peran PT Telkom di Kasus Digitalisasi SPBU Pertamina

Periksa Mantan Dirut Telkom Alex J Sinaga, KPK Dalami Dugaan Proyek Fiktif

Jaksa Hadirkan Dua Saksi di Sidang Hasto Kristiyanto Hari Ini

Geledah 7 Lokasi di Jatim, KPK Sita Barbuk Suap Dana Hibah

Pejabat Wilmar Group Jadi Tersangka Baru Suap Vonis Lepas Korupsi Ekspor Minyak

KPK Geledah Kantor KONI Jatim terkait Suap Dana Hibah

KPK Geledah Rumah Eks Ketua DPD La Nyalla di Jatim

KPK Jebloskan 2 Tersangka Korupsi PGN ke Penjara

Komentar