Bencana Gunung Api di Jepang Dibahas dalam Worksop yang Digagas MFRI
Selasa, 28 Mei 2024 13:45 WITA
Foto bersama peserta workshop yang diselenggarakan Mount Fuji Research Institute (MFRI), Rabu (14/6/2023). (Foto: Dok.Unud)
Males Baca?
Deputi Sistem dan Strategi BNPB, Dr Raditya Jati, dalam paparannya yang berjudul Penanganan Erupsi Gunung Agung 2017 menyampaikan bahwa kerja sama yang terjalin antara pemerintah dan warga di sekitar Gunung Fuji.
Serta Gunung Agung Bali memiliki arti strategis dalam upaya saling belajar mitigasi erupsi gunung api di kedua negara. Ia memaparkan, letusan Gunung Agung tahun 2017 memang tidak sedahsyat letusan tahun 1963, namun keberhasilan penanganan.
Letusan Agung tanggal 11 November 2017 menunjukkan bahwa dampak letusan terhadap warga relative dapat tertangani dengan baik karena penggunaan teknologi dan kesigapan masyarakat di sekitar lereng Agung yang bahu-membahu membantu para pengungsi.
"Pengungsi gunung api di Bali dan Indonesia pada umumnya memiliki karakter yang unik, yakni para kepala keluarga berada di pengungsian hanya pada malam hari, sementara siangnya mereka kembali ke desanya untuk memberikan makan ternak-ternak mereka," terangnya.
Kata dia, hal yang khas dalam erupsi Agung tahun 2017 adalah banyaknya hoax yang beredar yang mengedarkan pesan bahwa Gunung Agung akan segera erupsi skala besar.
Berita hoaks ini menyebar bahkan hingga ke tingkat global sehingga menyebabkan turunnya kedatangan wisatawan ke Bali.
"Demikian juga wisatawan yang akan datang ke Bali perlu diberikan pemahaman bahwa pada saat sebelum erupsi tidak semua wilayah masuk dalam zone bahaya, sehingga sebetulnya masih aman untuk dikunjungi," tuturnya.
Sementara Leader Projek AGAA (Astungkara Gunung Agung Aman) Dr. Wiwit Suryanto yang merupakan peneliti vulkanologi dari Program Studi Geofisika Fakultas MIPA UGM memberikan penekanan pada soal penguatan materi vulkanologi kepada masyarakat.
Komentar