Dalam Orasi Ilmiah, Yusril Sebut Perubahan Kedudukan MPR Pascaamandemen Hilangkan Ide Dasar Bernegara

Rabu, 29 Mei 2024 04:23 WITA

Card image

Prof.Yusril Ihza Mahendra bersama M.Shalahuddin Jamil (Ketua DPW Partai Bulan Bintang Provinsi Bali). (Fioto: Dok.Rudy/mcw)

Males Baca?

"Ini menggambarkan bahwa sejatinya kita tidak melaksanakan demokrasi secara langsung sebagaimana tercermin dalam sila ke-4 Pancasila, yakni kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan," ujarnya.

Saat ini rakyat memilih presiden dan wakil presiden secara langsung tanpa melalui musyawarah MPR lagi. Kedudukan MPR sekarang menurut Yusril, sudah tidak sejalan dengan sila kerakyatan sebagaimana disebutkan dalam sila ke-4 Pancasila.

Kedudukannya tidak lagi mencerminkan idea dasar bernegara yang asli Indonesia, di mana MPR yang asli terdiri atas anggota DPR ditambah utusan daerah-daerah dan golongan-golongan, sehingga semua unsur bangsa tercermin dalam lembaga itu.

"Kini utusan daerah dan golongan dihapuskan. MPR terdiri atas DPR dan DPD yang semuanya dipilih melalui Pemilu," ucapnya.

Selain itu, amandenen UUD 45 juga menghapuskan kewenangan MPR dalam memilih Presiden dan Wakil Presiden serta menyusun GBHN. GBHN sekarang yang sejatinya adalah buatan rakyat, sekarang digantikan dengan program kerja Presiden yang dulu dijadikan bahan kampanye dalam Pilpres. 

Sebagai konsekuensi dari perubahan kedudukan MPR menjadi lembaga negara biasa, MPR juga dianggap tidak berwenang lagi membuat Ketetapan-Ketetapan yang merupakan produk hukum di bawah UUD dan di atas undang-undang.

Padahal di masa yang lalu, menurut Yusril, Ketetapan-Ketetapan MPR itu terbukti mampu mengatasi kelemahan UUD dan mengatasi krisis konstitusional yang terjadi. 


Halaman :

Komentar

Berita Lainnya