Kabid Humas Polda Bali Benarkan Penyidik Ajak Tersangka Reklamasi Pantai Melasti Bertemu Empat Mata
Rabu, 29 Mei 2024 09:55 WITA
Kabid Humas Polda Bali Kombes Pol. Stefanus Satake Bayu Setianto, (Foto: Sul/MCW)
Males Baca?
DENPASAR - Polda Bali membantah pernyataan I Made Sukalama, salah satu tersangka kasus reklamasi pesisir Pantai Melasti, Kuta Selatan, Badung yang disuruh menjual lahan oleh anggota kepolisian.
Namun terkait adanya pertemuan antara penyidik yang menangani perkara dengan tersangka, Polda Bali tak membantah.
Baca juga:
DPT Turun, Warga Moskona Raya Protes
Kabid Humas Polda Bali Kombes Pol. Stefanus Satake Bayu Setianto mengatakan, menyangkut adanya permintaan polisi bertemu empat mata dengan tersangka reklamasi, hal itu sah-sah saja.
"Ya, hanya sebantas konsultasi. Mereka (tersangka) beberapa orang, hanya konsultasi ke Dirkrimum," ujarnya, Rabh (21/6/2023).
Menurutnya, terkait bahasa disuruh jual lahan hal tersebut dibantah. Polisi tidak ada kepentingan soal itu. Dalam pertemuan dengan agenda konsultasi, pihak tersangka yang datang dan justru minta pertimbangan, dan yang jelas sifatnya tidak memaksa.
"Karena itu, mereka merencanakan hal-hal yang sudah dibuat terkait tanah tersebut. Tetapi dari Dirkrimum hanya memberikan pertimbangan dan sifatnya hanya saran. Tidak memaksa untuk menjual," tandas Satake Bayu.
Seperti berita sebelumnya, Made Sukalama selaku Direktur Utama PT Tebing Mas Estate tidak dia. Apa yang dialami dalam proses penyelidikan, penyidikan hingga ditetapkan tersangka reklamasi Pantai Melasti, terus dibeberkan. Hingga ia mendengar ada sebutan angka Rp80 miliar saat berada di ruangan penyidik.
Tak hanya itu, ada juga ajakan bertemu empat mata. Ini membuat Kuasa Hukum I Nyoman Budi Adnyana, S.H., M.H., CLA., CPL, angkat bicara di Denpasar, Minggu (18/6/2023).
Budi Adnyana yang juga Wakil Sekjen Peradi Pusat dan juga Ketua DPC Peradi Denpasar menyatakan, Made Sukalama selaku Direktur Utama PT Tebing Mas Estate ternyata diperlakukan tak wajar.
{bbseparator}
Salah satunya dilakukan oleh AKBP I Made Witaya selaku Kasubdit II Ditreskrimum Polda Bali. Kejanggalan ini ketika Made Sukalama dipanggil dan memberikan keterangan. Ini sebelum ditetapkan sebagai tersangka.
Di sana, AKBP I Made Witaya meminta waktu untuk ketemu secara empat mata, tanpa melibatkan tim penasihat hukum yang ada saat itu, di ruangan penyidi Unit 4 Subdit II Ditreskrimum Polda Bali. Ini sangat aneh. Terkesan mendiskriminasi tim penasihat hukum. Seorang perwira
pangkat AKBP tidak mengizinkan tim penasihat hukum untuk ikut.
Perwira tersebut tidak mengikut serta tim kuasa hukum dalam pertemuannya dengan Sukalama. Usai berbicara empat mata, Made Sukalama menyampaikan kepada tim penasihat hukum. Bahwa AKBP Witaya membicarakan dan menyampaikan kepada Made Sukalama tentang tanah milik PT TME.
Witaya ngomong mengenai Rp80 miliar. Dia juga mempertanyakan apakah mau dijual lahan seharga Rp80 miliar.
Sementara di sisi lain, ketika ada pemeriksaan terhadap salah seorang pemegang saham, seorang penyidik menyampaikan kepada tim kuasa hukum (Budi Adnyana) bahwa AKBP Witaya ingin bertemu empat mata dengan salah seorang pemegang saham.
Usai diemeriksaan sebagai saksi saat itu, pemegang saham menolak untuk bertemu empat mata dengan AKBP Made Witaya.
Pemegang saham meminta kepada sang pengacara (Budi Adnyana) agar mewakilinya dalam pertemuan dengan AKBP Witaya. Anehnya, AKBP Witaya justru menolak untuk bertemu. Bahkan kepada Witaya, dalam pesan lisan melalui penyidik, Budi Adnyana menyampaikan agar pemegang saham meu bertemu bertemu dengan AKBP Witaya apabila didampingi oleh budi Adnyana.
Lagi-lagi permintaan tersebut ditolak oleh AKBP Witaya. Apa yang dialami oleh tersangka yang merupakan klien dari Budi Adnyana ini tentu akan menimbulkan banyak pertanyaan. Apa maksud dari AKBP Witaya dengan berperilaku seperti itu.
Tindakan Kasubdit II ink menimbulkan dugaan adanya tindakan diskriminatif, bukan saja terhadap klien kami, termasuk juga pada kami pengacara yang dilindungi dalam UU No 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Karena itu Made Sukalama selaku Direktur Utama PT Tebing Mas Estate melawan dan memperjuangkan keadilan dengan meminta perlindungan hukum.
Diungkapnya, didugaan ada diskriminatif oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Bali. Made Sukalama terpaksa harus buka-bukaan terkait apa yang dilami mulai dari proses penyelidikan, penyidikan dan penetapan tersangka. Salah satu dari 5 tersangka kasus reklamasi ini, melakukan perlawan atas dugaan diskriminatif yang dialami.
Oleh karena itu, Sukalama telah mengirimkan surat kepada sejumlah pihak. Di antaranya, Menkopolhukam RI di Jakarta, Kepala Kepolisian RI, Ketua Komisi III DPR RI, Kompolnas RI. Pun Bapak Irwasum Polri, Kadiv Propram Polri, Karo Wassidik Bareskrim Polri, Bapak Kepala Kepolisian Daerah Bali, Bapak Kabid, Propam Polda Bali, dan Bapak Kabidkum Polda Bali.
Ia merasa ada tindakan diskriminatif yang perlu diluruskan. Direktur Utama PT Tebing Mas Estate periode 2020 sampai 2023 jelasanya, ketika hanya dirinya yang dijadikan terlapor, dia dan Kasim Gunawan selaku pemegang saham PT Tebing Mas Estate, bersama Hendryco bertemu dengan Kombes Pol. Surawan. Tentunya selaku Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Bali.
{bbseparator}
Pertemuan itu berlangsung di ruangannya Kombes Pol Surawan, Tanggal 8 Agustus 2022. Dalam pertemuan tertutup itu, Hendryco meminta petunjuk kepada Kombes Pol. Surawan, terkait dengan laporan tersebut.
Kombes Pol Surawan, mengatakan bahwa Made Sukalama akan dijadikan tersangka. Mendengar perkataan itu, ia berusaha menjelaskan duduk persoalannya.
Juga menyatakan pengurukan yang terjadi dilakukan oleh Gusti Made Kadiana. Seperti ini penjelasan saya. Lalu Kombes Pol Surawan menyampaikan kepadanya, apabila Tanah SHGB milik PT Tebing Mas Estate mau dijual, maka Laporan Polisi Nomor: LP/B/338/VI/2022/SPKT/POLDA BALI bisa dia selesaikan. Penyampain ini didengar Kasim Gunawan dan Hendryco.
Reporter: Sul
Editor: Ady
Komentar