KPK Sita Tanah dan Apartemen Hasil Korupsi Milik Konglomerat Donald Sihombing

Sabtu, 08 Februari 2025 12:45 WITA

Card image

KPK menyita aset milik konglomerat Donald Sihombing. (Foto: Satrio/MCW))

Males Baca?

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita aset milik Konglomerat Donald Sihombing (DS) di daerah Jakarta Selatan (Jaksel), Serpong, dan Cikarang. Aset milik Direktur Utama PT Totalindo Eka Persada (TOPS) tersebut berupa dua unit apartemen di Jaksel dan Serpong serta tanah seluas 11.000 m2 di wilayah Cikarang.

Aset tersebut disita karena diduga berkaitan dengan perkara korupsi pengadaan tanah di Rorotan, Cilincing, Jakarta Utara, oleh Perumda Pembangunan Sarana Jaya tahun 2019 - 2020. Adapun, nilai total aset Donald Sihombing yang disita bernilai sekira Rp22 miliar.

"Aset yang disita tersebut milik tersangka DS dan diduga punya keterkaitan dengan perkara dimaksud. Bahwa taksiran nilai dari empat bidang aset yang disita tersebut kurang lebih sebesar Rp22 miliar," kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika melalui keterangan resminya, Sabtu (8/2/2025).

KPK telah memasang plang penyitaan dan meminta para pihak agar tidak menyalahgunakan aset yang sudah disita tersebut. KPK juga menyampaikan terima kasih kepada para pihak dan juga masyarakat yang membantu kelancaran kegiatan penyitaan pada perkara ini.

Diketahui sebelumnya, KPK telah menetapkan lima orang sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Rorotan, Cilincing, Jakarta Utara, oleh Perumda Pembangunan Sarana Jaya tahun 2019 - 2020. Salah satu tersangkanya yakni Konglomerat, Donald Sihombing (DNS).

Donald Sihombing merupakan Direktur Utama PT Totalindo Eka Persada. Orang terkaya ke-14 di Indonesia versi Forbes pada 2019 tersebut ditetapkan sebagai tersangka bersama dua petinggi PT Totalindo Eka Persada lainnya. Mereka yakni, Komisaris PT Totalindo Eka Persada, Saut Irianto Rajagukguk dan Direktur Keuangan, Eko Wardoyo. 

Selain itu, KPK juga menetapkan Mantan Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya Yoory C Pinontoan dan Senior Manager Divisi Usaha atau Direktur Pengembangan Perumda Pembangunan Sarana Jaya, Indra S Arharrys. Total ada lima tersangka dalam kasus ini.

PT Totalindo Eka Persada merupakan salah satu perusahaan yang menawarkan tanah kepada Perumda Pembangunan Sarana Jaya. PT Totalindo Eka Persada membeli tanah di Jakarta untuk dijadikan sebagai bank tanah atau land bank.

Adapun, lahan seluas total 12,3 hektare di Rorotan dibeli Perumda Pembangunan Sarana Jaya dari PT Totalindo Eka Persada senilai Rp 371,5 miliar pada 2019 lalu. Padahal, tanah itu sebelumnya dibeli PT Totalindo dari PT Nusa Kirana Real Estate atau PT NKRE dengan nilai yang jauh lebih murah.

Berdasarkan hasil pengecekan di lapangan, lahan seluas sekira 11,7 hektare dibeli PT Totalindo Eka Persada dari PT NKRE seharga Rp950.000 per meter persegi yang diperhitungkan sebagai pembayaran utang PT NKRE kepada PT Totalindo Eka Persada dengan nilai transksi total Rp117 miliar.

Akibatnya, negara dirugikan sekitar Rp223,8 miliar. Kerugian negara tersebut akibat penyimpangan dalam proses investasi dan pengadaan tanah oleh Perumda Pembangunan Sarana Jaya pada 2019-2021.

Adapun, nilai kerugian negara atau daerah tersebut berasal dari nilai pembayaran bersih yang diterima PT Totalindo Eka Persada dari Perumda Pembangunan Sarana Jaya sebesar Rp371,5 miliar dikurangi harga transaksi riil PT Totalindo Eka Persada dengan pemilik tanah awal.

Di mana, PT Nusa Kirana Real Estate setelah memperhitungkan biaya terkait lainnya seperti pajak, BPHTB dan biaya notaris sebesar total Rp147,7 miliar.


Halaman :

Komentar

Berita Lainnya