MAKI Warning Pelarangan Impor Barang di Bawah USD100, Potensi Kerugian Negara Capai Rp1,5 Triliun
Rabu, 29 Mei 2024 05:43 WITA
Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, (Foto: Dok.Pri)
Males Baca?JAKARTA - Rumor soal akan direvisinya regulasi e-commerce di Indonesia mendapat sorotan dari Masyarakat anti Korupsi Indonesia (MAKI). Disebutkan jika regulasi diubah, maka negara justru mengalami potensi kerugian antara Rp1,5 triliun hingga Rp2,5 triliun.
Kecemasan dan kalkulasi ini diungkapkan MAKI menyusul kabar direvisinya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
Permendag tersebut saat ini sedang diusulkan oleh Kementerian Koperasi dan UKM untuk diubah dalam bentuk melarang importasi barang pemesanan sistem online (e-commerce) dibawah USD100.
Perlu dipahami bahwa pengangkutan barang lewat pesawat udara (crossborder) ini adalah pendapatan umum (revenue generator) bagi negara dari sisi pajak.
"Maka apabila pelarangan ini dilakukan potensi pendapatan negara dari pajak trilyunan per tahun akan hilang, sekitar Rp1,5 triliun hingga Rp2,5 triliun," kata Boyamin Saiman, Koordinator MAKI, Jumat (18/6/2023).
Tanpa proses resmi seperti crossborder, kata Boyamin, barang akan melalui importasi yang sulit diawasi dan dikendalikan alias penyelundupan.
Sebagai gambaran crossborder itu berbasis transportasi udara (air-freight) dan melibatkan ongkos (cost logistics) yg tinggi hingga USD10 per kg dari awal pengangkufan (firstmile) hingga ke akhir pengangkutan (lastmile).
Biaya logistik crossborder yang mahal menjadikan hanya barang spesifik yang dapat dijual, dan biaya ini juga yang telah membuat pergeseran pola bisnis para penjual luar negeri.
"Pedagang dari luar negeri saat ini cenderung berkerjasama dengan penjual lokal melakukan importasi lewat laut (sea freight) dan setiba barang di Indonesia baru dijual di platform lokal dengan harga murah sehingga justru ini yang mematikan bisnis UKM," urai Boyamin.
Dijelaskan bahwa saat terjadi pembatasan 18 jenis barang pada tahun 2020 oleh Kemenkop sistem crossborder dan diantara 18 item tersebut termasuk busana muslim, faktanya di e-commerce lokal barang yang sama masih dijual sampai saat ini dan tidak dilarang.
"Harga jualnya pun jauh lebih murah dari harga crossborder. Artinya tanpa crossborder barang itu tetap diimpor karena tingginya permintaan, bahkan saat ini harga barang ex impor itu bisa makin murah karena dikirim via laut (sea-freight) dan tentunya menjadi makin laris," ungkap Boyamin.
Dengan adanya revisi, lanjut Boyamin, Kementerian Koperasi dan UKM dapat dianggap tergesa-gesa menyimpulkan crossborder merugikan negara dan UMKM. Padahal bisnis ini adalah penopang utama sektor logistik, airlines, pergudangan, kurir dan trucking, bahkan disaat pandemi maskapi nasional kita dapat terus beroperasi karena mengangkut cargo crossborder.
{bbseparator}
"Di saat larangan mengangkut penumpang berlaku, sektor e-commerce crossborder dan logistiknya juga telah berkontribusi besar pada pemulihan perekonomian negara. Berkat export crossborder UMKM ke 6 negara ASEAN, logistik di Indonesia saat ini juga menjadi sektor paling tinggi pertumbuhanya, berdasarkan hasil BPS untuk triwulan 1 2023 sebesar yoy 15,93 persen," ṭụṭụṛ.Ḅoyamin.
Karena itu, katanya, kementerian harus cermat membedakan antara crossborder dan barang impor yang telah dijual lokal.
"Di sinilah letak masalahnya yaitu presepsi crossborder adalah pembunuh UMKM, padahal sejatinya importasi tidak terkontrol atau black market adalah musuh utama UMKM," kata tokoh antikorupsi ini.
Kebijakan pelarangan saja yang tidak diiringi dengan pengawasan tidak akan efektif, apalagi rencana mematikan crossborder yang transparan dan patuh pajak tentu akan secara tidak langsung mengarahkan semua importasi menjadi sulit dikontrol, dan cenderung ilegal, sejatinya musuh bersama penyebab bangkrutnya UMKM dan industri lain sejak dulu adalah importasi ilegal atau black market yang berakibat predatory pricing dll.
Menurut peneliti Indef Wahyu Askara pada keterangan resminya 8 Mei 2021, plaftorm lokal e-commerce menjual 90 persen barang impor dan hal ini telah disebut juga dalam banyak kajian, tanpa ada mempertanyakan apakah importasinya sesuai aturan dan terdaftar dengan deskripsi barang, kuantiti, hscode yang sesuai layaknya importasi crossborder, ini tentu lebih berbahaya daripada jalur resmi yang accountable seperti crossborder.
"Untuk kebaikan negara dan mencegah kerugian negara, MAKI meminta pembatalan rencana perubahan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik," tuntas Boyamin.
Editor: Lan
Komentar