Narasumber Pers

Selasa, 28 Mei 2024 17:34 WITA

Card image

Wina Armada Sukardi, pakar hukum dan etika pers

Males Baca?

Selanjutnya ada keterangan yang sifatnya  _off  the record _  alias sama sekali tidak boleh disiarkan. Keterangan dan informasi ini benar-benar hanya dikhususkan untuk tambahan pengetahuan pers saja, dan tidak boleh disiarkan. 

Kalau pers melanggar kesepakatan _off the record_ ini dalam dalam etika dan praktek jurnalistik, si narasumber  boleh dan dapat membantah data dan fakta itu bukan berasal dari mereka. Ini sesuai dengan janji dari pers yang  tidak akan menyiarkan berita _off the record. _ Dengan kata lain, memang bahan-bahan itu bukan untuk disiarkan. 

Kalau kemudian pers menyiarkannya, pers yang bersangkutan dapat dinilai telah melanggar Kode Etik Jurnalistik (KEJ) yang pada prinsipnya menegaskan,”Wartawan menghormati ketentuan _off the record._” 
 
Masih ada lagi, narasumber yang memberikan data atau fakta, dan bahan tersebut boleh disiarkan, namun nama dan identitas narasumber sama sekali tidak boleh disinggung. Narasumbernya bahkan wajib disembunyikan. Hal ini biasanya berlaku untuk kasus-kasus sensitif atau menyangkut kepentingan publik yang lebih besar. 

Kenapa narasumbernya harus “disembunyikan?” Alasannya, dalam kasus-kasus tertentu yang menyangkut kepentingan publik yang luas, pada satu sisi pers membutuhkan fakta dan data yang konkrit. Pers membutuhkan informasi tersebut. Kenyataannya, data dan fakta tersebut amat sulit diperoleh. Kalau pun ada pihak yang memiliki fakta dan data tersebut, karena beberapa hal,  mereka tidak dapat memberikan atau mengemukakannya kepada pers. Misal lantaran jabatan yang tidak memungkinkan memberikan fakta dan datanya. Keselamatan diri dan keluarga menjadi pertimbangan lainnya. Kalau pihak itu memberikan fakta data yang diperlukan pers secara terbuka, kemungkinan besar keselamatan diri dan keluarga dapat terancam, bukan saja keperdataannya dapat dimatikan, namun dia sendiri dan keluarganya dapat mengalami penganiayaan berat, bahkan mungkin sampai dibunuh. Untuk menghindari hal itu, seluruh identitasnya perlu dilindungi. 

Pers  harus menghormati asas ini. Jika pers kemudian “dipaksa” dari segi apapun untuk mengungkapkan siapa narasumbernya dalam kasus-kasus seperti ini, pers harus tetap tutup mulut. Bahkan ketika lantaran kasus ini pers terancam dihukum, pers wajib tetap bungkam. Bagi pers yang benar, lebih baik dirinya dihukum daripada harus mengungkapkan siapa narasumber sebenarnya. 

Pers yang menguak siapa narasumbernya dalam kasus-kasus seperti ini berarti pers tersebut secara etika telah melakukan penghianatan terhadap profesinya. Tak cukup sampai disitu, pers yang tak dapat memegang komitmen ini diancam pula oleh hukum pidana. Pers seperti itu memenuhi unsur pidana,”Siapa yang karena profesinya harus menyimpan rahasia membocorkannya” sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

Sistem penyembunyian narasumber ini lazimnya dipakai dalam _investigative reporting_ atau laporan penyelidikan. Guna membongkar suatu selimut yang membungkus suatu kasus, pers perlu bukti. Perlu fakta dan data. Itu ada pada narasumber.  Demi kepentingan publik, pers membutuhkan bukti itu. Hanya saja kalau narasumbernya disebut, mereka hampir pasti celaka. Maka tanggung jawab para narasumber diambil alih oleh pers dan identitas narasumbernya sendiri tak dimunculkan.


Halaman :
  • TAGS:

Komentar

Berita Lainnya