Narasumber Pers

Selasa, 28 Mei 2024 17:34 WITA

Card image

Wina Armada Sukardi, pakar hukum dan etika pers

Males Baca?

Dalam jurnalistik semua keterangan atau informasi dari narasumber pada prinsipnya sebelum disiarkan ke publik atau masyarakat, harus lebih dahulu diverifikasi “kesahihannya" Verifikasi dapat dilakukan dengan melakukan cek and rechek terhadap semua keterangan atau informasi yang didapat wartawan dari narasumber manapun.  Setelah itu pun, masih memerlukan keberimbangan. Artinya, keterangan atau informasi dari narasumber dalam penyajiannya perlu disandingkan dengan  keterangan atau informasi dari narasumber lain. Ini disebut -cover both side._ Kedua belah pihak, atau kedua sisi, yang terkait dengan berita, perlu diberikan  kesempatan yang sama. Sekarang malah bukan lagi _cover both side_ tapi sudah _cover all side._ Dengan kata lain, semua pihak yang terkait pemberitaan perlu diberikan kesempatan memberikan tanggapan. 

Perbedaan sudut pandang dan kepentingan dapat saja membuat keterangan atau informasi dari para narasumber menjadi berbeda isinya. Hal itu dalam dunia pers, wajar, biasa. Pers tidak pernah menafikan adanya perbedaan. Pers menghormati keragaman, kebhinekaan. Disinilah pers menjunjung tinggi demokrasi. Bagi pers perbedaan itu menjadi lahan pergumulan mencari kebenaran. Disini pers menganut asas “biarlah nanti publik atau masyarakat yang menilai mana dari semua yang benar dan dapat dipercaya.”

Dalam dunia pers, darimana pun datang keterangan atau informasi harus didengarkan. Harus diperhatikan. Siapa tahun dapat menjadi potongan puzzle yang dibutuhkan, bahkan menjadi awal suatu kasus (penting). Hanya saja, hal itu tidak bermakna otomatis semua keterangan atau informasi itu harus disiarkan atau ditayangkan pers. Terhadap semua keterangan dan informasi yang ada yang ditampung, pers harus lebih dahulu skeptis. Maksudnya, terhadap semua keterangan dan informasi itu pers mesti lebih dahulu mempertanyakan kebenaran dari keterangan dan informasi itu. Apalagi kalau keterangan itu berasal dari pihak yang dapat mempunyai kepentingan yang berlainan dengan kepentingan publik. Pernah ada kasus narasumber memberikan keterangan tangannya sampai dipahat. Dan pers hampir semuanya mengutip. Belakangan setelah diperiksa di Dewan Pers, peristiwanya tidak demikian halnya. Bahkan pernah dalam sebuah sidang pengadilan terbuka, si terdakwa dalam bahasa daerah tertentu mengaku “tidak tahu, tidak tahu.” Apapun yang ditanyakan kepadanya, dia menjawab konsisten,  terus menerus mengatakan “tidak tahu.” Pembelanya menekankan si terdakwa ada kemungkinan sakit jiwa, sehingga patut dilepaskan dari segala tuntutan hukum. 

Manakala dia pulang dari sidang pengadilan , dia ikut diantar mobil sang pembela. Hanya saja tidak sampai tujuan tempat tinggalnya, melainkan diturunkan di jalan. 

Seorang wartawan, untuk membuktikan kebenaran keterangan yang diberikan terdakwa di pengadilan, membuntutinya. Rupanya si terdakwa dapat membedakan nomer bis kota dan jurusan mana (waktu itu  di Jakarta masih banyak bus kota dengan nomer dan jurusan tertentu).
Ternyata, dari hasil penyelisikan atau penyelidikan wartawan ini, terdakwa sama sekali tidak mengalami gangguan jiwa. Dia dapat membedakan  kenyataan sosial, termasuk nomer dan jurusan bus. Di tempat tinggalnya yang sebagian besar suku yang sama dengannya dirinya, dia bahkan dapat berinteraksi sebagaimana manusia waras lainnya.


Halaman :
  • TAGS:

Komentar

Berita Lainnya