Putusan MK tentang Konstitusionalitas PEPERA 1969 Keengganan MK Beri Keadilan Rakyat Papua
Rabu, 29 Mei 2024 09:55 WITA
Males Baca?
"Permohonan pengujian legislasi ini merupakan upaya untuk mendorong MK melihat dinamika sosial dan sejarah di atas semata-mata pertimbangan hukum yang kaku dan tidak mencerminkan keadilan. Ini sesuai dengan kewajiban MK untuk menggali nilai-nilai dan keadilan yang hidup di masyarakat," kata Yan Christian Warinussy dari Koalisi Advokat untuk Kebenaran dan Keadilan Rakyat Papua.
Menurutnya, majelis hakim MK bahkan memutus permohonan tanpa mendengar argumentasi pemohon, saksi ahli, dan bukti-bukti terkait yang memperlihatkan penderitaan para pemohon selama proses PEPERA 1969. Tanpa melihat unsur penting dalam persidangan tersebut, MK memutus permohonan tidak dipertimbangkan lebih lanjut.
Alasannya PEPERA 1969 di Papua Barat merupakan permasalahan internasional, yang bukan menjadi kewenangannya. MK lupa bahwa Papua merupakan bagian dari NKRI sehingga MK wajib memberikan pemulihan HAM atas pelanggaran kemanusiaan melalui mekanisme judicial review ketika warga negara Indonesia merasakan pelanggaran hak konstitusionalnya.
Hak konstitusional yang dimaksud dalam permohonan ini adalah Pasal 28E ayat (2), Pasal 28G ayat (1), Pasal 28 I ayat (1) UUD 1945, dimana masing-masing dari ketiga ketentuan tersebut menyatakan bahwa setiap warga negara berhak menyatakan pikiran dan sikap sesuai hati nuraninya; hak untuk perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat dan tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi; dan hak untuk kemerdekaan pikiran dan hati nurani.
Permasalahan ini ditanggapi oleh Majelis Eksaminasi yang terdiri dari Dr. Bernarda Meteray, Dr. I Ngurah Suryawan., Anggara, S.H., M.H., Herlambang P. Wiratraman, Ph.D. Dalam eksaminasi publik ini terlihat bahwa MK baik dengan sengaja atau tidak disengaja mengesampingkan pertimbangan sejarah Papua.
"Pemerintah RI (termasuk MK) hanya menggunakan pendekatan sejarah pada kasus-kasus non-Papua, namun ketika bicara Papua, dengan sengaja pemerintah meminggirkan catatan sejarah di Papua,” ujar Dr. Bernanda.
Sejarah Papua yang dimaksud adalah intimidasi dan penindasan yang dilakukan oleh Pemerintah RI sepanjang proses PEPERA, penelitian yang dilakukan I Ngurah Suryawan menemukan fakta penindasan tersebut.
Komentar