Terlibat Kasus Perdagangan Orang, Pasangan Suami Istri Diciduk Polisi
Senin, 27 Mei 2024 08:11 WITA
Pasutri tersangka TPPO ditangkap polisi, Selasa (20/6/2023). (Foto: Polda Bali)
Males Baca?
DENPASAR - Polda Bali mengungkap kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Dalam pengungkapan, polisi mengamankan pasangan suami istri bermana Agus Kuswanto (51) dan Elly Yulianthini (51).
Wakil Direktur Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Wadirditreskrimsus) Polda Bali AKBP Ranefli Dian Candra menerangkan, pasutri tersebut memakai Yayasan Diah Wisata milik mereka, untuk melancarkan aksinya.
"Yayasan ini sudah ada sejak 2007, milik keluarga yang dulunya dijalankan ayah tersangka yang sudah almarhum," beber Ranefli, Selasa (20/6/2023).
Sejatinya yayasan ini hanya memberi pelatihan bagi calon pekerja yang ingin ke luar negeri, namub belakangan disalahgunakan untuk modus TPPO ini.
"Agus bertindak sebagai Ketua Yayasan dan istrinya Elly sebagai Bendahara. Mereka merekrut calon pekerja untuk berangkat ke Turki dan Selandia Baru dengan tarif berbeda," terangnya.
Baca juga:
Deputi KPK Bocorkan Perkembangan Penyelidikan di Kementan, Ternyata Ada Tiga Klaster Dugaan Korupsi
Aksi pasutri itu terungkap berdasar laporan korban I Putu Erik Hendrawan (30). Pria yang bekerja di vila ini memiliki keinginan berangkat ke luar negeri, sehingga ia datang ke kantor Yayasan Diah Wisata di Jalan Padanggalak, Denpasar Timur pada Maret 2021.
Di sana, korban bertemu Agus Kusmanto dan diberikan arahan terkait menjadi PMI (Pekerja Migran Indonesia) di Negara New Zeland (Selandia Baru). Selain itu, ia juga diiming-imingi gaji sebesar Rp30 juta per bulan.
"Untuk dapat berangkat, korban harus membayar tarif sebesar Rp85 juta. Setelah korban konsultasi dengan keluarga, dan akhirnya memutuskan untuk mendaftar sebagai calon PMI di Yayasan tersebut," jelasnya.
Pada 8 Maret 2021, Erik mendaftar dengan membayar uang DP sejumlah Rp10 juta dan dijanjikan berangkat pada Juli 2021. Rencananya ia dipekerjakan di perkebunan.
{bbseparator}
Kemudian korban kembali melakukan pembayaran pada 16 Maret 2021 sebesar Rp25 juta, dan pada 20 April 2021 sebesar Rp35 juta, hingga melunasi pembayaran Rp15 juta pada 11 Mei 2021.
Namun sampai waktu yang dijadwalkan, Erik tak juga diberangkatkan. Ia sudah mencoba untuk menghubungi Agus selaku pemilik Yayasan, tapi nomor Hpnya sudah tidak aktif. Korban juga beberapa kali mendatangi Yayasan tersebut, sayangnya sudah ditutup.
Akibat kejadian ini, Erik yang dirugikan sebesar Rp85 juta melapor ke SPKT Polda Bali. Korban terkejut karena polisi menyampaikan ada beberapa laporan lain terhadap yayasan yang sama
"Kalau korban ada sekitar 30 orang, lima orang yang sudah melapor, 25 sisanya belum dengan perkiraan kerugian Rp2 miliar," tutur mantan Kapolres Tabanan ini.
Bukan perkara mudah untuk menangkap kedua pelaku. Karena mereka tak bisa ditemukan di kantor yayasan dan tempat tinggalnya di Padanggalak, Denpasar Timur.
Dalam penyelidikan, petugas menerima informasi keduanya telah pergi ke kampung halamannya di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB). Keduanya akhirnya dapat diringkus di Jalan Lintas Sumbawa Bima, Bukittinggi, Sumbawa pada 9 Juni 2023.
Ranefli mengatakan, dalam pemeriksaan, diketahui yayasan para tersangka tidak memiliki surat izin penempatan pekerja migran Indonesia (SP2MI), sehingga ilegal untuk memberangkatkan pekerja ke luar negeri.
Kepada petugas, mereka mengaku baru menjalankan modus ini sejak 2021. Uang yang diterima dari calon pekerja sebanyak Rp2 miliar, sebagian besar sudah diserahkan kepada PT Mega Angkasa dan PT Arin Anugerah kurang lebih Rp1,6 miliar.
"Pengakuan mereka seperti itu, saat ini aliran dana masih didalami oleh penyidik," beber AKBP Ranefli.
Reporter: Agung
Editor: Ady
Komentar