Korupsi Dana Koperasi Jabar, Empat Tersangka Rugikan Negara Rp116,8 Miliar
Selasa, 28 Mei 2024 15:22 WITA
Konferensi Pers Penetapan dan Penahanan Tersangka Kasus Korupsi Dana Bergulir LPDB-KUMKM di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis, (15/9/2022), (Foto: Dok. KPK).
Males Baca?
MCWNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan Direktur LPDB-KUMKM Kemas Danial (KD) dan tiga orang lainnya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait penyaluran dana bergulir koperasi, usaha mikro, kecil, dan menengah KUMKM) di Provinsi Jawa Barat (Jabar).
Adapun, ketiga tersangka lainnya itu yakni, Ketua Pengawas Koperasi Pedagang Kaki Lima Panca Bhakti Jabar, Dodi Kurniadi (DK); Sekretaris II Koperasi Pedagang Kaki Lima Panca Bhakti Jabar, Deden Wahyudi (DW); serta Direktur Pancamulti Niagapratama, Stevanus Kusnadi (SK).
"KPK melakukan penyelidikan dan meningkatkan perkara ini pada tahap penyidikan, dengan menetapkan dan mengumumkan empat tersangka," beber Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (15/9/2022).
Keempat tersangka tersebut diduga telah merugikan keuangan negara sebesar Rp116,8 miliar. Kerugian negara itu didiga akibat persekongkolan jahat antara Kemas Danial dan tiga tersangka lainnya terkait pencairan hingga penyaluran fiktif dana bergulir koperasi dan UMKM.
"Akibat perbuatan para tersangka diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sekitar sejumlah Rp116,8 miliar," ungkap Ghufron.
Kasus ini bermula ketika Stevanus menemui Kemas sekira tahun 2012. Saat itu, Stevanus menawarkan bangunan Mall Bandung Timur Plaza (BTP) yang kondisi bangunannya belum selesai seratus persen.
Tawaran Stevanus tersebut bertujuan agar Kemas dapat membantu dan memfasilitasi pemberian pinjaman dana dari lembaga pengelola dana bergulir koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah (LPDB-KUMKM).
Kemas menyetujui penawaran tersebut dan merekomendasikan Stevanus untuk segera menemui Ketua Pusat Koperasi Pedagang Kaki Lima Panca Bhakti Jawa Barat (Kopanti Jabar), Andra A. Ludin agar bisa mengondisikan teknis pengajuan pinjaman dana bergulir melalui permohonan ke Kopanti Jabar.
Sesuai arahan Kemas, selanjutnya Andra Ludin meminta Dodi Kurniadi untuk mengajukan permohonan pinjaman sebesar Rp90 miliar ke LPDB yang digunakan untuk pembelian kios di Mall BTP seluas 6000 meter persegi. Kios itu akan diberikan pada 1.000 orang pelaku UMKM.
{bbseparator}
Tapi, data pelaku UMKM yang dilampirkan dalam permohonan pinjaman tidak mencapai 1.000 orang dan diduga fiktif. Namun, permohonan itu tetap dipaksakan agar dana bergulir bisa segera dicairkan melalui pembukaan rekening bank yang dikoordinir Deden Wahyudi.
Agar penyaluran dana bergulir segera terealisasi, Kemas kemudian membuat surat perjanjian kerjasama dengan Kopanti Jabar tanpa mengikuti dan mempedomani analisa bisnis dan manajemen resiko.
Di mana, utuk periode 2012 sampai 2013, telah disalurkan pinjaman dana bergulir pada 506 pelaku UMKM binaan Kopanti Jabar sebesar Rp116,8 miliar dengan jangka waktu pengembalian selama 8 tahun.
Uang sebesar Rp116,8 miliar tersebut seluruhnya kemudian diautodebet melalui rekening bank milik Kopanti Jabar dan selanjutnya dibayarkan ke rekening bank PT Pancamulti Niagapratama milik Stevanus sebesar Rp98,7 miliar.
Karena pengembalian pinjaman yang dapat dilakukan Stevanus hanya sebesar Rp3,3 miliar dan masuk kategori macet, Kemas kemudian mengeluarkan kebijakan untuk mengubah masa waktu pengembalian menjadi 15 tahun.
"KD (Kemas Danial) selanjutnya diduga antara lain menerima uang sejumlah sekitar Rp13,8 miliar dan fasilitas kios usaha ayam goreng di Mall BTP dari SK," terang Ghufron.
"Sedangkan DK (Dodi Kurniadi) dan DW (Deden Wahyudi) diduga juga turut menikmati dan mendapatkan fasilitas antara lain berupa mobil dan rumah dari Kopanti Jabar," imbuhnya.
Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (ads)
Komentar